Padahal berbagai kelemahan bahkan kesalahan manusiawi terjadi dalam penafsiran apapun. Salah satu kelemahan dalam penafsiran kitab-kitab tafsir klasik (seperti juga Kitab Tafsir al-Jalalain) adalah masuknya riwayat Israiliyyat dan maudu’at dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an. Pemasukan riwayat Israiliyyat dalam penafsiran klasik al-Qur’an, bisa jelas benar, bisa jelas salah dan bisa belum jelas benar dan salahnya. Pemasukan riwayat Israiliyyat yang jelas salah inilah yang harus diwaspadai. Agar kesalahan tersebut tidak berlarut-larut diusulkan agar Tafsir al-Jalalain diberikan pendampingan. Jangan dibiarkan jadi bahan ajar sendirian. Saya merekomendasikan ditambah pengajian Tafsir Ibnu Katsir.
Ibnu Katsir selama ini dianggap sebagai mufasir yang paling bagus sifatnya terhadap Tafsir Israiliyyat. Tafsir ini juga tidak mengundang resistensi di kalangan pesantren. Hal tersebut disampaikan Dosen Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga yang juga Ketua MUI DIY ini saat
mempresentasikan Disertasinya untuk memperoleh Gelar Doktor Bidang Ilmu Agama Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Senin, 18 Januari 2010. Disertasi berjudul “Israiliyyat dan Maudu’at dalam Tafsir Al-Qur’an (Studi Tafsir al-Jalalain)” dipertahankan di hadapan tim penguji, antara lain: Prof. Dr. H. Muhammad, M.Ag., Prof. Dr. H. Burhanuddin Daja, Prof. Dr. Hj. Chamamah Soeratno, dan Prof. Dr. Phil. H.M. Nur Kholis Setiawan, M.A. Sidang promosi dipimpin Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah sebagai Ketua Sidang dan Dr. H. Sukamta, M.A. sebagai Sekretaris Sidang. Sementara dari proses penulisannya, penelitian disertasi Malik ini dipromotori oleh Prof. Dr.
H.M. Atho Mudzhar dan Dr. Hamim Ilyas, M.A.
Dalam pemaparan disertasi yang juga dihadiri Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD ini, Malik Madaniy juga menilai pengajaran Tafsir al-Jalalain di Pesantren selama ini juga masih bergulat pada pembaca untuk mendapatkan barakah (qiraah tabarruk). Paradigma tersebut harus diubah menjadi “membaca untuk memahami, mengkritisi, dan merenungi.” Dengan paradigma ini, kata Malik, informasi yang ada dalam kitab –termasuk kitab tafsirtidak disikapi sebagi kebenaran yang wajib diikuti.
Dikatakan jika apa yang ada di dalam tafsir dianggap kebenaran mutlak, sedangkan di dalamnya mengandung riwayat Israiliyyat bisa mengurangi pemahaman orang terhadap Islam. Sebab, riwayat Israiliyyat tersebut memiliki riwayat yang bermasalah. Diantaranya, riwayat tersebut bertentangan dengan prinsip kemaksuman para Nabi, dan merendahkan citra Islam dalam kaitannya dengan ilmu dan logika sejarah kemanusiaan. Ada 12 riwayat bermasalah yang kami temukan dalam penelitian disertasi ini, 7 riwayat berkaitan dengan kisah Nabi sebelum Muhammad SAW dan 3 riwayat di luar kisah Nabi yakni berkait fenomena alam dan data sejarah umat,” tegas mantan Dekan Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga ini.
Dalam kaitan dengan kisah Nabi terdahulu, Malik menyebut salah satunya mengenai nama anak Nabi Adam yang diberi nama Abdul Hars (Hamba Iblis). Dikisahkan pemilihan nama ini dianjurkan oleh Iblis dan harus dilakukan agar sang anak bertahan hidup. “Jika kisah seperti ini diyakini sebagai sesuatu yang benar, akan mencederai kemaksuman Adam AS sebagai Nabi. Disamping itu kisah tersebut dapat memberikan kesan kuatnya dominasi kekuasaan Setan dalam menentukan hidup matinya seseorang. Sehingga seakan-akan telah mengalahkan kehendak Allah. Atau setidaknya, Allah membiarkan Nabi pilihanNya menjadi bulan-bulanan ulah jahat Setan. Maha suci Allah dari kemungkinan
itu,” terang suami Hj. Lutvia Dewi Sulastri ini. Padahal menurut Malik Padahal menurut Malik, nama Abdul Hars, semestinya ditafsirkan dalam kaitannya dengan pertanian. Artinya, telah terjadi proses perubahan dalam kehidupan anak-anak Adam dari pola hidup berburu menjadi bertani atau bercocok tanam.
Promosi doktor kemarin berlangsung ger-geran. Bukan hanya karena proses penyelesaian penulisan disertasi 23 tahun, tapi juga karena sejumlah penguji merupakan ‘murid’ Malik Madaniy. “Saya tahun 1992, diuji skripsi oleh Bapak, tapi saat ini bukan saatnya saya balas dendam,” ujar Nur Kholis Setiawan mengawali pertanyaan disambut gerr.
Begitu pula ketika pimpinan siding mengatakan jika promovendus menyelesaikan disertasi ini 10 tahun yang lalu, maka Malik bisa menjadi Gubernur Jawa Timur. Guyonan ini dilontarkan karena apa yang disampaikan Malik menyangkut hal yang popular di kalangan pesantren. Dan Jawa timur dikenal sebagai provinsi yang memiliki banyak pesantren. Oleh tim penguji, promovendus dinyatakan lulus dengan predikat “sangat memuaskan” dan dirinya merupakan doktor ke-244 yang telah berhasil diluluskan Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
(sumber: Humas UIN Suka)