Meski disebar tak lebih dari sebulan, respon publik terhadap call for papers tersebut ternyata jauh melampaui ekspektasi penyelenggara. Bukan hanya dalam hal kuantitas proposal yang dikirim, tapi juga asal dan afiliasi para penulisnya. Total ada 57 proposal tulisan yang dikirim dari Thailand, Singapura, Australia dan tentu saja Indonesia. Penulis juga datang dari beragam afiliasi dan profesi. Ada yang dari mahasiswa magister, aktivis kebudayaan, perawat, mahasiswa doktoral di perguruan-perguruan tinggi asing, post-doc fellow di perguruan tinggi top dunia, hingga dosen-dosen senior di perguruan-perguruan tinggi terkemuka di Indonesia.
Bagi publik secara umum, tingginya perhatian dan minat atas undangan ini memberikan rasa optimisme pada upaya mempromosikan nilai toleransi dan demokrasi. Bagi internal UIN Sunan Kalijaga, kerjasama dengan RSIS dan tingginya minat atas undangan menulis ini makin memperjelas positioning akademik institusi dalam kajian seputar isu agama dan toleransi di Indonesia. Academic positioning UIN Sunan Kalijaga ini berpotensi makin kukuh dengan kontribusi keilmuan yang bakal disumbangkan oleh proposal-proposal yang sudah dikirim.
Puluhan proposal tersebut mengambil beragam topik, di antaranya tentang hubungan antaragama, analisa teks agama, faktor-faktor institusional yang menciptakan kesenjangan gagasan toleransi antara tokoh nasional dan lokal, kontestasi kepentingan di balik maraknya perda dan tata pemerintahan syariah, peranan intermediary groups dalam kontestasi gagasan dan praktik (in)toleransi, hingga perubahan landskap politik wacana toleransi Pasca Soeharto. Dari beragam topik tersebut setidaknya bisa diidentifikasi beberapa potensi sumbangan akademik.
Pertama, proposal-proposal tersebut memperluas cakrawala wawasan kita terhadap batasan kelompok minoritas yang acapkali menjadi sasaran aksi intoleransi berbasis agama. Proposal-proposal tersebut menunjukkan bahwa kelompok minoritas ‘korban’ intoleransi tersebut melebar bukan hanya mereka dengan identitas keagamaan yang berbeda, tetapi juga mencakup mereka dengan kondisi fisik yang berbeda. Kedua, perhatian publik/akademik pada fakta intoleransi seharusnya diperluas tidak semata pada hasil akhir praktik intoleransi (identifikasi victim dan angka kerugian). Perhatian lebih seksama sepatutnya juga diberikan pada faktor pertarungan dan negosiasi kepentingan di balik fakta intoleransi tersebut. Ketiga, beragam ikhtiar lokal mempromosikan kerukunan dan toleransi yang diangkat oleh proposal-proposal tersebut memperluas medan perhatian akademik sehingga mencakup wilayah-wilayah baru seperti budaya populer (pop culture) dan politik kelas menengah.
Dengan latar topik-topik proposal yang tajam dan menarik, proses seleksi dipastikan akan berlangsung kompetitif. Guna menjamin proses seleksi berlangsung kompetitif, dewan seleksi hanya akan disodori dengan proposal tulisan tanpa disertai nama dan afiliasi penulisnya (blind-review).
Proposal-proposal yang terpilih akan diumumkan pada minggu pertama September 2015. (uzr)