***
Hari Pertama, Senin, 14 September 2015. Acara pembukaan Short Course bertajuk “Experiencing Indonesia” dilaksanakan pada pukul 13.00 wib, mempertimbangkan waktu tambahan istirahat bagi para tamu yang tiba malam hari kemarin. Acara hari pertama ini diisi dengan pembukaan acara oleh Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof. Dr. Noorhaidi Hasan. Selanjutnya, pihak tamu dari Osaka, melalui Dr. Sugahara memaparkan orientasi kegiatan kepada para mahasiswanya sekaligus menginformasikan kepada pihak Pascasarjana UIN selaku tuan rumah mengenai apa saja yang ingin dicapai dalam program Short Course selama 2 minggu ke depan.
Sebagai penutup acara hari pertama, para tamu diajak berkeliling di kawasan UIN Sunan Kalijaga (Campus Tour) oleh Dr. Muhrisun Affandi, dalam rangka memperkenalkan secara singkat kehidupan kampus Islam tertua di Indonesia tersebut. Tur kampus kali ini mengajak para mahasiswa mengunjungi sudut-sudut lokasi di UIN Sunan Kalijaga: Pascasarjana, Fakultas Tarbiyah, Fakultas Syariah, Perpustakaan Pusat, dan Kantin Mahasiswa.
Adapun kegiatan di malam hari adalah makan malam dengan menu sate. Warung yang menjadi tujuan adalah warung sate pinggir jalan di kawasan Jalan Adi Sutjipto, sebelah utara kampus UIN Sunan Kalijaga. Kegiatan ini, disadari atau tidak, merupakan bagian dari “Experiencing Indonesia” itu sendiri oleh mahasiswa Osaka untuk pertama kalinya.
***
Hari kedua, Selasa, 15 September 2015. Pascasarjana sengaja mengagendakan kursus bahasa Indonesia sehari dengan mendatangkan pemateri dari Wisma Bahasa Yogyakarta. Pematerinya adalah M. Sofiandi. Pihak pascasarjana sengaja memberi stimulan komparasi antara “belajar bahasa Indonesia di Jepang” dengan “belajar bahasa Indonesia di Indonesia”. Sekalipun sebagian besar mahasiswa Osaka mengambil jurusan Bahasa Indonesia di Osaka sana, nyatanya materi yang disampaikan mas Sofiandi masih dirasa sebagai sesuatu yang baru bagi mereka. Padahal, tutur mas Sofiandi, materi yang disampaikan selama sehari tersebut adalah materi dasar bahasa Indonesia, yang diperuntukkan bagi para warga negara asing (WNA) pembelajar bahasa Indonesia.
Materi kursus sehari tersebut diimbangi dengan tugas praktek berbicara langsung dengan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang mereka temui di beberapa sudut kampus untuk lalu disampaikan informasi yang didapatnya di hadapan mas Sofiandi. Hanya beberapa mahasiswa Osaka saja yang fasih melakukan presentasi dadakan dalam bahasa Indonesia. Hal ini menegaskan suatu hal penting dalam studi bahasa, bahwa “belajar suatu bahasa harus langsung kepada native speaker-nya”. Syahdan, beberapa hari ke depan, melalui praktek yang intensif, diharapkan mereka mampu berbicara bahasa Indonesia dengan lancar.
Kegiatan malam hari kali ini adalah makan malam di kawasan Malioboro. Sebagai bagian dari “Experiencing Indonesia”, para mahasiswa diajak merasakan serunya menaiki transportasi publik, bus TransJogja. Seperti diketahui bahwa masyarakat Jepang terbiasa dengan ketepatan soal waktu, di Indonesia, mereka harus membiasakan diri mentolerir sedikit keterlambatan waktu transportasi publik di Yogyakarta, dan secara umum di Indonesia. Di kawasan Malioboro, menu makan malam yang dipilih adalah bakso.
***
Hari ketiga, Rabu, 16 September 2015. Dari serangkaian perkuliahan yang akan mahasiswa Osaka dapatkan selama berada di Yogyakarta, kuliah “Tata negara dan Pancasila” menjadi materi pertama. Pengampunya adalah Dr. Moch. Nur Ichwan. Kuliah kali ini menjelaskan beberapa informasi dasar terkait tata negara Indonesia. Dipaparkan pula keadaan geografis Indonesia, dengan belasan ribu pulau yang dimiliki. Selain itu, dijelaskan pula apa itu Pancasila. Satu persatu sila dalam Pancasila dijelaskan sehingga didapatkan gambaran mengenai pondasi dasar ideologi dan dasar negara kesaturan Republik Indonesia.
Setelah istirahat siang, diadakan diskusi kelompok dengan mengambil tempat di Perpustakaan Pusat UIN Sunan Kalijaga. Tujuannya adalah merasakan bagaimana menjadi mahasiswa Indonesia yang sedang berdiskusi di Perpustakaan, tempat di mana segala informasi dapat diperoleh. Dijelaskan pula soal peminjaman buku dengan metode self-service dengan pemanfaatan teknologi RFID (Radio Frequency Identification). Diskusi tersebut dilakukan dengan model FGD (Focused Group Discussion), di mana antara satu kelompok dengan lainnya membahas hal-hal yang barangkali tidak sama. Diskusi berjalan dengan cara dan menuju pada hasil yang berbeda. Tema utama diskusi tetap sama dengan materi kuliah di pagi hari: tentang tata negara Indonesia.
Saat waktu makan malam tiba, para tamu diajak menikmati hidangan di kafe yang sedang naik daun dan digandrungi anak muda di kawasan UIN Sunan Kalijaga: PlayGround. Kafe yang terletak di Jalan Timoho ini merupakan versi “keren” warung angkringan pinggir jalan yang tersebar di seluruh area Yogyakarta. Warung angkringan adalah warung dengan menu utama “nasi kucing”, yaitu nasi berukuran mini. Semua jenis makanan di warung angkringan tradisional cenderung murah harganya. Berkebalikan dengan itu, PlayGround mematok harga-harganya 2 kali hingga 3 kali lipat. Tentu saja harga ini tidak semata diperuntukkan bagi harga makanan saja, melainkan suasana ceria ala kafe dengan variasi menu nasi dan jajanan yang ditawarkan. Jadi, PlayGround adalah soal “gaya hidup”, bukan semata warung angkringan.
***
Hari keempat, Kamis, 17 September 2015. Hari Kamis diawali dengan kunjungan ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Keraton adalah tempat kediaman raja atau istana raja. Istana kesultanan Yogyakarta ini terletak di pusat kota Yogyakarta. Letaknya tak jauh dari kawasan “titik nol” Yogyakarta berada. Keraton Yogyakarta adalah bukti sejarah kemegahan Kesultanan Yogyakarta. Selain menjadi satu-satunya kerajaan di Indonesia yang tidak pernah terjajah oleh Belanda dan Jepang hingga hari kemerdekaan pada 1945 tiba, Keraton Yogyakarta merupakan salah satu yang terbesar di antara keraton-keraton yang ada di Indonesia. Karena alasan inilah Yogyakarta disebut sebagai “Daerah Istimewa”, disamping Aceh karena “Serambi Makkah” dan Jakarta karena “Ibu Kota Negara”.
Setelah menjalani field trip ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, tepat setelah istirahat siang, Dr. Euis Nurlaelawati menyampaikan materi kuliah Kebudayaan Indonesia. Kepada para mahasiswa Osaka, Dr. Euis menjelaskan kekayaan kebudayaan Indonesia, termasuk situs yang beberapa saat lalu mereka kunjungi. Indonesia yang memiliki ratusan bahkan ribuan ragam kebudayaan memang dirasa terlalu indah bagi negara-negara lain. Masyarakat asing iri terhadap masyarakat Indonesia. Selain rajin meneliti dan mempelajari, masyarakat asing (para peneliti dan wisatawan) tak segan menjadikan kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kehidupan mereka. Kecintaan mereka terhadap budaya Indonesia diwujudkan dalam beragam cara. Dua di antara yang paling menonjol adalah: (1) menikahi laki-laki atau perempuan Indonesia, dan (2) mengklaim budaya Indonesia sebagai milik mereka.
Sementara poin pertama terasa istimewa, poin kedua justru terasa memilukan. Meski kontroversial, “klaim atas budaya” tersebut mengejawantahkan beberapa hal penting dan mendesak untuk disadari bersama oleh masyarakat Indonesia. (1) Bahwa budaya-budaya di Indonesia di-anak-tirikan di negeri sendiri. Tidak diketahui seberapa jauh peng-anak-tirian ini. Namun yang pasti, (2) masyarakat asing, khususnya mereka yang tahu apa itu nilai-nilai kebudayaan, jauh lebih mencintai budaya Indonesia dari pada masyarakat Indonesia sendiri. (3) Pemerintah yang selama ini mempromosikan kekayaan budaya Indonesia tampaknya harus lebih dedikatif dan serius dalam dalam menghidupkan rasa cinta-peduli masyarakat Indonesia terhadap kebudayaannnya sendiri, tidak hanya bersolek-luar saja melalui iklan-iklan di media massa yang pada akhirnya hanya mengahamburkan dana dan waktu, untuk hal-hal yang sifatnya artifisial.
Setelah berlelah dengan kuliah kebudayaan, menu makan malam kali ini adalah makanan khas Palembang: Pempek Palembang. Pempek adalah salah satu warisan kuliner asli Indonesia yang paling digemari, khususnya di pulau Jawa. Bagi mahasiswa Osaka yang terbiasa berjalan kaki, warung Pempek Palembang di depan Ambarukmo Plaza yang jauhnya 1 kilometer dari UIN Sunan Kalijaga, rasa-rasanya tidak terlalu jauh dan melelahkan untuk ditempuh dengan berjalan kaki. Tak lupa, mereka menyempatkan berbelanja keperluan sehari-hari di Carrefour Ambarukmo Plaza dan lalu menghabiskan waktu bersama di Kentucky Fried Chicken (KFC) Ambarukmo Plaza, berbincang santai dan mengakrabkan diri dengan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga yang selama Short Course ini menemani mereka.
***
Hari kelima, Jum’at, 18 September 2015. Jum’at pagi diawali dengan kuliah tentang “Agama, Politik, dan Ormas (Organisasi Masyarakat) Islam di Indonesia” oleh Achmad Zainal Arifin, Ph.D. Bagi peneliti asing di Indonesia, tema ini sangat menarik. Fakta bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk Muslim terbanyak di dunia namun tidak memproklamirkan diri sebagai negara Islam adalah fakta pertama yang mengundang decak kagum. Belum lagi hubungan antara agama, negara, politik, dan ormas Islam yang menjadi mayoritas di negeri ini yang acapkali membuat masyarakat Indonesia menggelengkan kepala karena terheran-heran dengan tingkah mereka para politisi oportunis dalam menentukan sikap kenegaraan mereka yang sekali waktu kontroversial dengan mengatasnamakan diri sebagai mayoritas (baca: Muslim), juga para petinggi ormas Islam yang sikapnya tak jua lebih mulia dari para politisi oportunis tersebut. Indonesia semakin menarik untuk diteliti, bagi mereka para peneliti asing.
Sebagai penutup, Dr. Zainal mengajak mahasiswa Osaka menyaksikan bagaimana sivitas akademika UIN Sunan Kalijaga melaksanakan sholat Jum’at di Laboratorium Agama Masjid Sunan Kalijaga. Selain menyaksikan ritual sholat, mereka turut pula mendengarkan bagaimana khutbah Jum’at disampaikan dan bagaimana pula living sunnah (suatu kebaikan yang dijalankan masyarakat) dalam banyak masjid-masjid besar di Jawa: setelah selesai shalat Jum’at selalu diikuti dengan sholat Ghoib untuk mereka yang wafat sekira satu atau dua minggu sebelumnya.
Setelah makan siang, mahasiswa Osaka melakukan kunjungan wisata ke desa Kasongan, kabupaten Bantul. Desa ini adalah sentra produksi kerajinan gerabah. Gerabah adalah sebutan untuk alat-alat dapur yang terbuat dari tanah liat. Namun begitu, kerajinan gerabah di masa sekarang ini telah mengalami metamorfosa: kerajinan gerabah mulai merambah karya seni yang sifatnya artistik dan biasanya difungsikan sebagai alat hias ruangan. Inilah yang membuat karya seni gerabah memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Di Kasongan, para mahasiswa Osaka berkesempatan membuat seni kerajinan gerabah karya tangan mereka sendiri. Hasil karya mereka akan menjadi oleh-oleh dari dan untuk mereka sendiri. Sebuah pengalaman yang menarik, bukan?
Makan malam mengambil tempat di Rumah Makan dan Restoran Parangtritis, di Jl. Parangtritis KM. 9, Timbulharjo, Bantul, dalam perjalanan pulang dari kasongan menuju Club House UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
***
Hari keenam, Sabtu, 19 September 2015. Setelah cukup banyak kegiatan yang bersifat intelektual, saatnya para tamu menikmati perjalanan wisata ke luar kota Yogyakarta di liburan akhir pekan kali ini. Tujuan wisata hari sabtu ini adalah Candi Borobudur.
Seperti umumnya wisatawan mancanegara, para mahasiswa Osaka merasa takjub melihat kemegahan Candi yang dibangun pada abad 8-9 Masehi tersebut. Candi yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia (World Heritage Site) oleh UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization) pada 1991 ini semakin membuat mereka terkagum-kagum tatkala mendengarkan kisah-kisah yang terpahat pada bebatuan Candi dari pemandu wisata Ahmad Nasir yang mahir berbahasa Jepang. Meski sangat lelah menelusuri setiap bagian Candi Borobudur dan hanya menyisakan lelah ketika sejenak menepi di kawasan Candi Mendhut dalam perjalanan pulang, semangat mereka menyambut esok hari berwisata di Candi Prambanan tetap membara.
Setelah lelah pada siang hari, aktivitas malam hari menjadi semakin seru karena makan malam akan mengambil tempat di Waroeng Stake & Shake, warung yang terkenal menu utama olahan daging sapi yang sangat menggoda selera makan. Waroeng Stake & Shake terletak di Jl. Cendrawasih, Demangan, Yogyakarta, yang merupakan kawasan bisnis distro dan kuliner kegemaran para mahasiswa di Yogyakarta. Menurut beberapa orang, di sinilah surga bagi para mahasiswa berkantong tebal (banyak uang).
Sepulang dari makan malam, semua orang (mahasiswa Osaka dan UIN Sunan Kalijaga) merayakan ulang tahun Aoi Dobashi di Club House UIN Sunan Kalijaga dalam suasana ceria dan penuh keakraban. Selamat ulang tahun, Aoi.
***
Hari ketujuh, Minggu, 20 September 2015. Agenda hari ini adalah mengunjungi Museum 3D (3 Dimensi) DeMata yang terletak di XT Square (Umbulharjo, Yogyakarta) dan Candi Prambanan.
Museum DeMata adalah museum 3 Dimensi terbesar di dunia dan pertama di Indonesia. Museum ini menghadirkan sudut-sudut (angle) yang jika dibidik dengan posisi kamera yang tepat akan menghasilkan gambar menakjubkan dan seolah-seolah nyata. Berbeda dengan situs budaya semacam candi yang menampilkan kemegahan, musem DeMata menampilkan tipuan mata yang menarik. Rasanya, tidak afdhal bagi para wisatawan, baik lokal maupun asing, untuk tidak mampir ke museum ini jika sedang berwisata di Yogyakarta.
Setelah puas mengambil gambar dengan latar 3 Dimensi, perjalanan dilanjutkan ke Candi Prambanan (disebut pula Komplek Situs Lara Jonggrang). Situs Candi Prambanan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada 1999. Situs penganut Hindu yang dibangun pada abad 9-10 Masehi ini berhasil memukau para mahasiswa Osaka dengan tingginya yang menjulang (khususnya Candi Shiwa, candi yang berada di tengah eklompok candi yang ada). Situs-situs candi yang sedang dalam tahap renovasi tersebut tidak mengurangi kekhusyukan mahasiswa Osaka menikmati setiap sudut bangunannya, khususnya pada bagian “pertapaan” di setiap candi. Ada rasa penasaran yang membuncah untuk mengenal dan merasakan budaya Indonesia secara lebih dekat di diri mereka. Tepat sekali kiranya Short Course kali ini diberi tajuk “Experiencing Indonesia”.
Makan malam kali ini mengambil tempat di KFC Ambarukmo Plaza. Seperti Kamis malam lalu, obrolan hangat antara mahasiswa Osaka dan UIN Sunan Kalijaga menjadi salah satu menu utama di makan malam kali ini.
***
Hari kedelapan, Senin, 21 September 2015. Hari pertama setelah libur akhir pekan dimulai dengan pemaparan materi “Agama-Agama di Indonesia” oleh Ahmad Rafiq, Ph.D. Materi yang disampaikan berusaha menjelaskan dinamika kehidupan keagamaan di Indonesia, dinamika keberagamaan di Indonesia, dan masa depan agama-agama (termasuk agama yang belum diakui oleh perundang-undangan) di Indonesia. Dari pemaparan Rafiq, Ph.D., mahasiswa Osaka menjadi tahu dan menyadari bahwa Indonesia adalah negeri yang ramah bagi para penganut agama apapun. Ya, agama apapun.
Siang hari setelah istirahat, mahasiswa Osaka melakukan diskusi dengan tema “Kehidupan Keagamaan di Jepang” dengan beberapa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Menurut mereka, kehidupan keagamaan di Jepang jauh berbeda dari Indonesia. Di Jepang, kehidupan keagamaan mulai ditinggalkan, khususnya oleh generasi muda. Sebab dasar dari semua ini adalah “salah orientasi” kekaisaran Jepang dalam pandangan masyarakat Jepang, secara khusus pada Perang Dunia Kedua (World War II). Seperti diketahui, di Jepang, seorang kaisar dianggap sebagai representasi Tuhan. Tatkala “kewenangan” ketuhanan tersebut disalahgunakan untuk tujuan peperangan, masyarakat Jepang era modern mulai membenci apa yang disebut “agama”. Agama tak lebih dari representasi “kekuasaan” Sang Kaisar, yang menurut mereka dianggap telah bersalah karena turut aktif dalam Perang Dunia Kedua yang mengorbankan banyak nyawa dari pihak masyarakat Jepang.
Diskusi serius tentang kehidupan keagamaan di Indonesia ditutup dengan makan malam di PlayGround. Sejujurnya, makan malam kali ini tak seindah kunjungan kali pertama Rabu malam lalu. Namun begitu, ada keakraban yang tumbuh di diri mahasiswa Osaka dan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga di balik obrolan mereka yang hangat; sehangat wedang Jahe hidangan kafe PlayGround.
***
Hari kesembilan, Selasa, 22 September 2015. Dengan tajuk “Experiencing Indonesia” yang digulirkan, akan sangat menarik bagi mahasiswa Osaka jika diperkenalkan secara langsung dengan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. Mengapa? Dari fakultas inilah bersemayam calon-calon jurist (ahli hukum) Islam yang menyadari betul keadaan sosial dan keagamaan di Indonesia. Pasalnya, UIN Sunan Kalijaga menerapkan paradigma Integrasi dan Interkoneksi Keilmuan. Sehingga, dari fakultas ini lahir jurist Muslim yang mampu mendialogkan antara hukum Islam, kehidupan sosial dan keagamaan Indonesia yang plural dan kaya perspektif. Diharapkan, di masa mendatang, tidak ada lagi kontoversi putusan hukum, baik itu hukum Islam maupun hukum “umum” Indonesia, kelak ketika mereka para calon jurist Muslim alumnus fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga berkecimpung di dunia hukum di Indonesia.
Kunjungan ke fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga diikuti dengan acara kuliah “Pendidikan Indonesia” oleh Zusiana Elly Triantini, M.Si. Pendidikan Indonesia, dari sisi substantif terbagi atas: ilmu teologi (apakah itu Islam dan Kristen, menjadi yang paling umum diajarkan) atau ilmu umum/non-teologi. Paradigma yang terbagun sejak abad Pertengahan Islam inipun seringkali masih terbawa di tengah masyarakat. Untungya, sejak satu dekade lalu, Integrasi dan Interkoneksi Keilmuan hasil gagasan Prof. Dr. Amin Abdullah (Rektor UIN Sunan Kalijaga periode 2002-2005 dan 2005-2010) telah diterapkan di UIN Sunan Kalijaga dan beberapa kampus Agama Islam (PTAI, Perguruan Tinggi Agama Islam, baik Negeri maupun Swasta) lainnya. Paradigma interdisiplin keilmuan tersebut menjadi menu utama sivitas akademika di banyak PTAI di Indonesia hingga kini.
Oleh karena hilangnya dikotomi pembedaan antara ilmu “agama” dan “umum”, langkah keselanjutannya adalah bagaimana pendidikan di Indonesia mengakomodasi semua kalangan. Pada 2 Mei 2007, UIN Sunan Kalijaga meresmikan Pusat Studi dan Layanan Difabel (PSLD, kini Pusat Layanan Difabel, PLD) UIN Sunan Kalijaga yang bermaksud mengakomodasi mahasiswa difabel. Visi PLD UIN Sunan Kalijaga sangat jelas, yaitu mewujudkan “UIN Sunan Kalijaga sebagai lembaga pendidikan inklusif yang berkomitmen kepada kesetaraan dan keadilan bagi semua orang untuk memperoleh akses pendidikan.”
Kini, pendidikan di Indonesia sedang menuju ke arah pendidikan yang inklusif sebagaimana dicita-citakan para pemerhati pendidikan dan pemerhati kemanusiaan. Meski banyak jalan terjal ditemui, semoga visi dan misi yang dicanangkan berjalan sesuai harapan.
Setelah istirahat siang, perjalanan dilanjutkan ke Pondok Pesantren Ali Maksum di daerah Krapyak, Bantul. Di sana, mahasiswa Osaka disuguhkan kehidupan pesantren di masa modern. Meski masih mengadopsi beberapa nilai tradisional pesantren, misalnya ngaji kitab “kuning” (istilah untuk kitab-kitab karya Ulama Muslim terdahulu) dengan metode bandongan dan sorogan, Pondok Pesantren ini tidak menutup diri dari pendidikan modern. Bandongan adalah sebutan untuk “kuliah umum” ala pondok pesantren. Adapun sorogan adalah sebutan untuk “belajar privat” ala pondok pesantren.
Setelah dirasa cukup dengan kunjungan ke Pondok Pesantren Ali Maksum dan setelah menikmati makan malam di Rumah Makan Lestari, rombongan bertolak menuju Candi Prambanan untuk menyaksikan pertunjukan Sendratari Ramayana (Ramayana Ballet) hingga jam 10 malam. Sendratari Ramayana, pada dasarnya, adalah kisah epos dari India dengan tokoh Rama dan Shinta. Namun begitu, dalam pertunjukannya di Candi Prambanan, cerita tersebut disesuaikan dengan kultur Indonesia dan dibubuhi dengan musik etnik khas Indonesia.
Pertunjukan Sendratari Ramayana terbagi atas empat babak: (1) Penculikan terhadap Shinta; (2) Hanoman bertolak ke Kerajaan Alengka; (3) Kematian Kumbakarna dan saudaranya, Rahwana; dan (4) Kembali bersatunya Rama Shinta sebagai pasangan hidup.
***
Hari kesepuluh, Rabu, 23 September 2015. Kuliah hari ini adalah “Ekonomi di Indonesia”, yang diampu oleh Achmad Uzair Fauzan, Ph.D. Pembicaraan ekonomi kali ini fokus pada industri kreatif (termasuk ekonomi mikro) yang oleh para analis ekonomi dianggap mampu menopang perekonomian Indonesia secara makro di satu dekade terakhir.
Pasca istirahat siang, Uzair Fauzan, Ph.D. mengajak mahasiswa Osaka mengunjungi pusat-pusat ekonomi kreatif di kawasan Malioboro, Yogyakarta. Tak lupa, mereka diajak untuk memilih dan membeli kemeja batik dan kain batik sebagai oleh-oleh dari Yogyakarta. Tentu saja, mereka diajarkan pula bagaimana menawar harga-harga kemeja batik dan beberapa pernak-pernik di sepanjang jalan Malioboro. Perlu diketahui, tawar-menawar adalah bagian dari budaya Indonesia yang entah kapan dimulai. Seni tawar-menawar harus dimasukkan sebagai salah satu mata kuliah dalam studi ekonomi modern Indonesia. Bukan begitu?
Setelah puas berbelanja, mahasiswa Osaka diajak mengunjungi salah satu tempat pembuatan wayang kulit di Kepatihan Lor, sebelah barat-daya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Makan malam kali ini begitu istimewa, karena mengambil tempat di Bale Raos. Restoran milik keluarga Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini terletak di kawasan Keraton (tepatnya Jl. Magangan Kulon no. 1, Yogyakarta. Selain menyajikan menu-menu khas keluarga Keraton, Bale Raos menjadi bukti usaha pelestarian secara aktif budaya Indonesia, secara khusus kuliner Yogyakarta, dari pihak keluarga besar Keraton. Selain mendekatkan pihak Keraton kepada masyarakat, diperkenalkannya masakan khas Ndalem Keraton semakin memperkaya khazanah kuliner Nusantara.
***
Hari kesebelas, Kamis, 24 September 2015. Hari ini adalah Hari Raya Idul adha. Hari di mana umat Islam seluruh dunia memperingati ketaatan Ibrahim kepada Allah dalam melakukan persembelihan kepada Ismail putranya (sekalipun tidak terjadi). Hari di mana seluruh umat Islam di dunia yang berkecukupan harta dan mampu berkorban hewan sembelihan untuk melakukan “qurban”. Tujuannya jelas, meneladani nilai keteguhan Ibrahim menaati perintah Allah, sekaligus dalam rangka berbagi hewan sembelihan bagi mereka yang berkekurangan (tidak mampu menikmati nikmatnya bersantap daging sebagai makanan sehari-hari).
Sebagian dari perwakilan Osaka melihat langsung aktivitas sholat Idul Adha di Laboratorium Agama Masjid Sunan Kalijaga. Masih di pagi hari yang sama, semua mahasiswa Osaka menyaksikan aktivitas sesembelihan hewan kurban di pelataran parkir Masjid Sunan Kalijaga. Tentu saja perayaan Idul Adha di UIN Sunan Kalijaga, juga di Indonesia secara umum, terasa istimewa bagi para mahasiswa Osaka (juga para peneliti asing yang meneliti Indonesia). Dikatakan, perayaan Idul adha di Indonesia tidak hanya menyajikan fakta betapa tuntunan agama dilaksanakan dengan penuh rasa syukur oleh masyarakat Indonesia, namun juga menjadi wahana hiburan-plus-tuntunan bagi mereka para anak-anak yang belum berusia “baligh” (dewasa, menurut ajaran Islam).
Sebelum siang tiba, mahasiswa Osaka bertolak menuju Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat untuk menyaksikan Gunungan dalam acara Grebek Idul Adha. Gunungan berisi hasil bumi berupa kacang panjang, wajik, dan lain-lain, yang dibentuk menjulang tinggi seperti gunung. Setidaknya, ada 5 Gunungan yang dapat diperebutkan warga. Kesemuanya tersebar di beberapa tempat: di halaman Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta; di kompleks Kepatihan (Kantor Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta); dan di Alun-Alun Puro Pakualaman. Upacara Gunungan dipimpin langsung oleh Manggolo Yudha, Gusti Bandoro Pangeran Hario (GBPH) Yudhaningrat dengan pengawalan sepuluh prajurit (bergodo) Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Setelah siang, tepatnya pukul 13.30 w.i.b., rombongan dari Osaka dan beberapa mahasiswa UIN Sunan Kalijaga diundang makan siang di kediaman Prof. Noorhaidi Hasan dan istri (Dr. Euis). Nikmatnya makan siang berlanjut obrolan hangat hingga waktu Maghrib menjelang. Sebelum bertolak pulang menuju Club House UIN Sunan Kalijaga, seorang penjahit sengaja didatangkan tuan rumah untuk menjahit kain batik yang dibeli di kawasan jalan Maliboro siang hari kemarin.
Sekembalinya tamu dari Osaka di Club House UIN Sunan Kalijaga, makan malam mengambil tempat di salah satu warung Soto di depan Hotel New Saphir Yogyakarta, di sebelah barat kampus UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menurut beberapa peneliti, makanan Soto sendiri berasal dari Cina. Namun setelah diadopsi masyarakat Indonesia, menu Soto menjadi beraneka ragam: Soto Lamongan, Soto Betawi, Soto Kudus, Soto Banjar, Soto Bandung, Soto Kemiri Pati, dan puluhan hingga ratusan racikan menu Soto khas citarasa Indonesia lainnya.
***
Hari keduabelas, Jum’at, 25 September 2015. Hari ini adalah hari terakhir agenda perkuliahan Short Course “Experiencing Indonesia” selama di Yogyakarta. Bertindak sebagai pembicara adalah Dr. Yumi Sugahara, dengan materi berjudul “Hubungan Indonesia-Jepang”. Pemaparan hubungan Indonesia-Jepang fokus pada hubungan masa lalu. Lebih dari itu, Dr. Yumi juga memaparkan kesejarahan Jepang yang tidak banyak diketahui oleh kebanyakan orang Indonesia.
Setelah pemaparan materi, ada diskusi metode FGD antara mahasiswa Osaka dan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga. Melalui FGD, terjadi dialog antar kebudayaan yang lebih intens antar sesama mahasiswa, dengan dipandu Dr. Yumi sebagai expert.
Setelah istirahat siang, dilaksanakan acara penutupan Short Course bertajuk “Experiencing Indonesia” oleh Prof. Noorhaidi Hasan dan Dr. Yumi Sugahara. Dalam penutupan tersebut, diberikan kesempatan bagi pihak-pihak yang terlibat, dalam hal ini adalah mahasiswa dari Osaka, mahasiswa UIN Sunan Kalijaga, beberapa pemateri kuliah, untuk menyampaikan kesan dan pesan selama kegiatan Short Course berlangsung.
Selain penyampaian kesan dan pesan, ada hiburan khas mahasiswa Jepang yang dipersembahkan, antara lain pertunjukan seni bela diri Kempo, menyanyikan lagu wisuda ala universitas-universitas di Jepang secara koor (bersama-sama), menyanyikan lagu modern Jepang, dan bernyayi bersama lagu Doraemon berjudul “Doraemon No Uta”, sebuah lagu Jepang yang sangat dikenal di Indonesia.
***
Hari ketigabelas, Sabtu, 26 September 2015. Inilah hari terakhir dari semua rangkaian kegiatan Short Course “Experiencing Indonesia” mahasiswa Osaka selama berada di Yogyakarta. Hari terakhir ini ditutup dengan perjalanan wisata ke Taman Sari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Taman Sari adalah kebun istana Keraton, yang dibangun pada era Sultan Hamengku Buwono I pada kisaran tahun 1758-1769.
Perjalanan wisata selanjutnya adalah kompleks Pemakaman Imogiri. Oleh beberapa kalangan, kompleks pemakaman ini dianggap suci, karena diperuntukkan secara khusus bagi raja-raja Yogyakarta dan keluarga besarnya. Raja-raja Yogyakarta sendiri bergelar “khalifatulloh” (utusan Allah) di Bumi. Berikut ini adalah gelar lengkap yang dimaksud: Ngerso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sri Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalogo Ngabdurrohman Sayidin Panatogomo Khalifatulloh Ingkang Jumeneng Kaping Doso. Meski gelar ini diresmikan pada 7 Maret 1989 dan diperuntukkan secara khusus kepada Sultan Hamengku Buwono X, sejatinya, gelar ini telah sejak abad 17 lalu digunakan, tepatnya sejak masa pemerintahan Kerajaaan Mataram ketika dipimpin Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (lahir pada 1593, wafat pada 1645) yang memimpin Kerajaan Mataram antara tahun 1613-1945. Berikut ini adalah kutipan pernyataan Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Achmad Muchsin Kamaludiningrat.
“Gelar Sultan (Khalifatullah) ini diawali sejak Sultan Agung, kemudian disempurnakan HB I, peletak dasar Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Gelar ini merupakan sifat dan watak serta karakter kepemimpinan yang dikembangkan oleh Kesultanan, juga sekaligus merupakan visi dan misi kesultanan.”
Perjalanan wisata selanjutnya adalah Pantai Parangtritis yang terletak di kecamatan Kretek, Bantul. Pantai ini istimewa di kalangan masyarakat Yogyakarta karena menyimpan nilai-nilai budaya (yang cenderung mistis) yang berkaitan dengan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dua di antara nilai mistis yang dimaksud adalah: (1) Keberadaan Kerajaan Kanjeng Ratu Kidul yang terletak di kawasan pantai tersebut, sehingga sesajen Labuhan yang Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat persembahkan kepada “Nyi Roro Kidul” tersebut menjadi lumrah oleh karena inilah cara pihak Keraton berkomunikasi ecara gaib dengan Sang Nyai; dan (2) baju atau kaos berwarna hijau selalu berkaitan dengan kematian sang pemakainya ketika berada di kawasan Pantai ini. Meski tidak masuk akal, namun telah banyak kasus kematian disebabkan si korban menggunakan baju atau kaos berwarna hijau.
Penutup perjalanan wisata di hari terakhir Short Course ini adalah Benteng Vredeburg, dengan fokus tujuan pada acara Jogja International Street Performance (JISP) 2015. Acara tahunan yang pertama kali digelar pada 2010 telah memasuki seri ke-6 di tahun 2015 ini. Tema acara tahun ini adalah “Jogja The Dancing City” Seri ke-3 (tema yang sama pada pergelaran tahun 2013 dan 2014 lalu), yang bertujuan untuk menggugat pemerintah DI Yogyakarta terhadap minimnya keberadaan ruang publik di Yogyakarta, khususnya di kawasan perkotaan.
Untuk pertama kalinya di tahun 2015, JISP digelar di ruang terbuka, dengan mengambil tempat di sepanjang jalan Benteng Vredeburg hingga Monumen Serangan Oemoem (SO) 1 Maret. Acara JISP 2015 berlangsung pada 25-26 September 2015. Acara hari pertama dimulai pukul 19.00 wib, sementara acara hari kedua dimulai pukul 16.00 wib. Acara yang terselenggara berkat kerjasama antara Dinas Pariwisata Propinsi DI Yogyakarta dan seniman-seniman asal Yogyakarta akan mengundang para penari dari seluruh Indonesia dan dari luar Indonesia. Sebuah hiburan rakyat yang sayang jika dilewatkan.
***
Minggu, 27 September 2015. Inilah hari keberangkatan tamu dari Osaka menuju Jakarta melalui jalur darat menggunakan kereta api. Dr. Muhrisun mengantarkan rombongan menuju Stasiun Tugu Yogyakarta. Salam hangat diulurkan dan doa tulus dipanjatkan, mengiringi kepulangan para tamu Osaka menuju negaranya. Selamat jalan. Semoga selamat sampai tujuan. J
(Ahmadi Fathurrohman Dardiri, M.Hum.)