Acara konferensi itu sendiri adalah bagian dari Jerman Fest, perayaan kultural tahunan yang diselenggarakan oleh Goethe Institute. Dengan sokongan Kedubes Jerman dan Friedrich Naumann Stiftung, konferensi “Religion, State and Society” ini diselenggarakan untuk merayakan babak penting kerjasama antara UIN Sunan Kalijaga dan Universitas Gottingen. Kerjasama dua institusi pendidikan tersebut dianggap mewakili tumbuhnya kepercayaan yang makin besar di antara kedua negara di bidang kebudayaan.
Di acara konferensi yang dikemas dalam bentuk talkshow berbahasa Inggris tersebut, hadir tak kurang dari 150 orang, banyak di antaranya merupakan tokoh-tokoh publik. Kontribusi penting UIN Sunan Kalijaga bukan hanya ditunjukkan dari kemasan forum yang disebut sebagai perayaan kerjasama antarperguruan tinggi kedua negara, tapi juga dari perwakilan UIN Sunan Kalijaga yang terlibat di sesi-sesi konferensi.
Setelah konferensi dibuka oleh Dr Georg Witschel, Dubes Jerman untuk Indonesia, Prof. Noorhaidi didaulat menjadi satu-satunya pembicara kunci (keynote speaker). Dalam presentasinya, Prof. Noorhaidi menyampaikan adanya konvergensi kepedulian atas isu-isu terkait Islamisme di negara-negara Muslim (termasuk Indonesia) dan negara-negara Barat (termasuk Jerman) pasca 9/11 telah mendorong inisiatif kerjasama transnasional, termasuk yang digagas oleh kedua perguruan tinggi. Sambutan kunci ini memberikan konteks sosial-politik global atas ide utama konferensi.
Pada sesi panel berikutnya, bersama tokoh terkemuka lainnya seperti Franz Magnis Suseno, Dawam Raharjo dan Markus Loning (Wakil Presiden Liberal International), Dr Siti Ruhaini Dzuhayatin menjadi satu-satunya panelis perempuan. Menyoal masih maraknya praktik diskriminasi dan intoleransi, Dr Ruhaini menggarisbawahi pencapaian demokrasi bangsa dan pentingnya demokrasi sebagai perangkat untuk menjamin minimalisasi kekerasan.
Bersama dengan peneliti senior Dr Martin Ramstedt (Max Planck Institute) dan tokoh jurnalis senior seperti Endy Bayuni (Jakarta Post), Dr Achmad Uzair Fauzan berada dalam panel tentang kebebasan berekspresi. Menyoal potensi media jejaring sosial dalam meningkatkan intoleransi, Dr Uzair menggarisbawahi peran penting masyarakat dalam menerapkan beragam mekanisme kontrol social terhadap maraknya wacana intoleransi.
Konferensi tersebut mendapatkan liputan yang luas di berbagai media harian nasional, termasuk Republika dan Kompas.
Laporan konferensi juga bisa dikunjungi di halaman web Friedrich Naumann Stiftung di http://www.fnf-indonesia.org/konferensi-agama-negara-dan-masyarakat-di-abad-ke-21/