Promovendus

:

Ahmad Lahmi (1530016042)

Judul Disertasi

:

EKSPANSI INTERNET KE DUNIA PESANTREN: (Interaksi, Pluralisme, dan Otoritas yang Berubah)

Promosi

:

Kamis, 18 April 2019, Pukul: 10.00 - 12.30 WIB.
Aula Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
     

Promotor

:

1. Prof. Noorhaidi, M.A., M.Phil., Ph.D.
2. Zulkipli Lessy, M.Ag., M.S.W.,Ph.D.
                                         

Penguji

 

:

 

1. Dr. Hamdan Daulay, M.Si., M.A.                                 
2. Prof. Dr. Abd. Rachman Assegaf, M.Ag.                                                      
3. Hakimul Ikhwan, M.A., Ph.D.               
4. Dr. Agung Fatwanto, S.Si., M.Kom.                   

 

Abstraksi

 

:

 

Penelitian ini bertujuan menganalisis penggunaan internet dan dampaknya terhadap social-budaya pesantren, yang focus pada empat hal: 1. Penggunaan Internet, 2. Interaksi Kyai-Santri, 3. Pluralisme, 4. Otoritas di Pesantren. Kajian terhadap isu ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan antropologi-fenomenologi. Data dikumpulkan dengan observasi partisan, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Sebagai kerangka teoritik digunakan teori sosiologi modern yang relevan dengan isu terkait, yaitu habitus, arena dan distinction dari Pierre Bourdieu. Data kemudian dianalisis menggunakan metode reduksi data, penyajian dan kesimpulan.

Hasil kajian ini menemukan empat simpulan pokok: Pertama, internet sudah digunakan secara luas di pesantren, baik untuk kebutuhan akademis, administrative, maupun sarana hiburan mengisi waktu senggang bagi para santri. Kedua, penggunaan internet itu telah mendorong perubahan pola interaksi Kyai-Santri dari etis ke estetis, salah satunya adalah sowan digital. Perubahan tersebut mengisyaratkan sebuah pergeseran tradisi komunitas pesantren yg cukup mendasar yang mana mulai terbentuknya sebuah spirit kehidupan social pesantren yg berbeda, dimana spirit simbolis mulai lebih dipentingkan daripada spirit normatif. Perubahan ini sekaligus membingkai ulang teori Suparjo “interaksi Kyai-Santri dekat-berjarak” sebagaimana di dunia kultural. Ketiga, internet telah membuka peluang tumbuhnya kesadaran baru sebagai penanda mulai “mencairnya” dominasi kitab kunig yang membingkai wawasan intelektualisme dan landasan etik pesantren, ditandai oleh geliat pluralism di kalangan santri. Meski terjadi pembingkaian sikap keagamaan mengarah lebih inklusif, geliat tersebut bukan luas tanpa batas tetapi terbatas sepanjang  memenuhi dua prasyarat, yaitu saling menghormati dan menghargai perbedaan atas dasar nilai-nilai kemanusiaan. Keempat, internet ikut menyuntikkan spirit yang mendorong sebagai santri untuk menggugat otoritas moral pesantren baik secara diam maupun terbuka. Yang pertama, terlihat dari usaha mereka untuk meninjau ulang doktrin yang mereka terima dengan menegosiasikan simbol-simbol tradisional dengan simbol-simbol modern di tubuh mereka, secara tidak terduga, menciptakan sub-budaya baru di tengah-tengah homogenitas budaya pesantren. Secara simbolik, sub-budaya baru ini menandai fragmentasi santri menjadi santri stylish (modern) dan santri styleless (tradisional). Yang kedua, terlihat dari upaya mereka mencoba membangun dialektika keilmuan yg lebih setara di pesantren. Kepatuhan yang sebelumnya dibingkai dalam semangat sami’na wa ata’na mengambil roman baru dimana mereka mulai mempertanyakan secara terbukan persoalan yg secara doctrinal ke-Aswajaan-an sebagai  landasan teologis dan etis setiap warga pesantren telah final di rumuskan.

Kata kunci: internet, pesantren, interaksi, pluralism, dan otoritas.