Promovendus

:

Ali Burhan (1630016041)

Judul Disertasi

:

Al Syawadz al Nahwiah wa al Sharfiah fi Hasyiyah al Shabban ala al Asymuni (Dirasah Lughawiah Mi'yariah).

Promosi

:

Kamis, 30 Januari 2020, Pukul: 09.00 - 11.30 WIB.
Aula Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga
     

Promotor

:

1. Prof. Dr. H. Machasin, M.A.
2. Dr. H. Sukamta, M.A.
                                         

Penguji

 

:

 

1. Prof. Dr. H. Sugeng Sugiyono, M.A.                                 
2. Prof. Dr. H. Syamsul Hadi, SU., M.A.                                                      
3. Dr. H. Tulus Musthofa, Lc., M.A.             
4. Zamzam Afandi, M.A., Ph.D.                  

 

Abstraksi

 

:

 

Bentuk-bentuk pengecualian, atau kaidah yang jarang dipakai dalam studi tata bahasa (nahwu dan sharf) adalah hasil dari penekanan Madrasah Bashra yang dibangun berdasarkan qiyas atau analogi, hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan Madrasah Kufah. Dan banyaknya sahid/ dalil yang fasih tidak selalu menunjukkan bahwa hal itu diperbolehkan untuk membangun sebuah kaidah, tetapi didasarkan pada sima’i atau riwayat, begitu pula terkadang penyebutan bentuk pengecualian ini tidak tepat karena adanya dalil yang menunjukkan bahwa hal itu adalah fasih dan bisa diqiaskan. Begitu pula bentuk pengecualian ini terkadang beda tipis dengan bentuk baku/fasih dari sisi penggunaan dalil yang dipakai untuk merumuskan kaidahnya. Inilah yang melatarbelakangi risalah ini sehingga jelas bahwa problematika penulisan risalah ini berkisar pada penggunaan syahid dalam kaidah bahasa yang tidak familiar digunakan.

Latar belakang studi nahwu sharf ini yang menuntun peneliti untuk mempelajari kajian bahasa standar yang perskriptif yang mencakup qiyas/ analogi dan ta’lil/penjelasan yang diambil dari bentuk-bentuk anomali Sabban dalam penjelasannya tentang kitab syarh Ashmouni.

Rumusan masalah penelitian ini terangkum dalam tiga varian: Pertama, mengapa Sabban menyebutkan bentuk pengecualian pada kajian nahwu sharf dalam penjelasannya tentang Ashmouni? kedua, bagaimana Sabban memaparkan dalil yang jelas dan menghubungkannya dengan masalah bentuk pengecualian pada kajian nahwu sharf? ketiga: Apa bentuk dalil yang menjadi sandaran Sabban pada penyebutan bentuk pengecualian ini dalam kajian nahwu sharf?

 Metode yang peneliti gunakan dalam disertasi ini antara lain, pertama: membatasi masalah nahwu sharf yang disebutkan oleh Sabban sebagai bentuk pengecualian, kedua: menghubungkan masalah yang disebut oleh Sabban sebagai bentuk pengecualian untuk memasukkan tema-tema yang diteliti dari aspek kajian nahwu sharf yang langka, ketiga: menyebutkan bentuk baku/ standar paling umum pada setiap masalah/tema, keempat: menyebutkan dalil/syahid dalam bentuk pengecualian yang disebutkan oleh Sabban dan menjelaskan titik pengecualiannya dengan mengomentari tema terkait secara komprehensif. Kelima, peneliti membagi tema nahwu dan sharf menjadi dua bagian besar, bagian yang diulas panjang lebar dan bagian tidak meluas. Setiap bagian memiliki lima masalah pembahasan.

Setelah mempelajari dan menganalisa tema-tema tersebut, peneliti menyimpulkan jawaban untuk pertanyaan pertama: bahwa Sabban menyebutkan sebagian besar bentuk pengecualian pada masalah nahwu sharf karena ia mengikuti pendapatAshmouni kecuali dalam beberapa kasus, karena terkadang dia memilih posisi bertentangan dalam penggunaan qiyas dan ta’lil, dan terkadang dia berada di posisi bingung antara membolehkan dan melarang ketika berhadapan dengan perbedaan pendapat para pakar nahwu sharf tanpa tarjih, dan terkadang juga Sabban berdiri pada posisi pengamat yang kritis dalam menyebutkan bentuk pengecualian yang terkandung dalam teks Ashmouni.

Jawaban untuk rumusan masalah kedua adalah bahwa Sabban tidak menambahkan syahid atau dalil yang dikutip oleh Ashmouni untuk membangun suatu kaidah, dan bahwa penyebutan dalil untuk masalah tata bahasa (nahwu) lebih banyak dari masalah sharf. Begitu juga bahwa bentuk pengecualian yang memakai dasar dalil yang tidak jelas sumbernya lebih banyak dari masalah yang dibangun pada dalil atau syahid yang jelas. Hal ini menurut sabban terbatas pada riwaya yang ada tidak boleh dijadikan aturan baku. Demikian juga pentingnya mendatangkan dalil dalam membangun suatu kaidah dan pengetahuan analisis pakar nahwu dan memahami tema-tema kajian secara mendalam untuk menghindarkan dari kesalahpahaman dalam membangun aturan-aturan yang standar.

Jawaban untuk rumusan masalah ketiga: bahwa dalil-dalil yang dikomentari Sabban tentang pengecualian kajian nahwu sharf yang dirujuk oleh Ashmouni kebanyakan tidak diketahui asalnya. Dalil-dalil yang dikutip oleh Ashmouni dalam mengatakan syadz tentang masalah nahwu sharf terkadang dikomentari Sabban tidak tepat pada tempatnya, begitu juga komentar-komentar dari Sabban pada pernyataan Ashmouni terkadang tidak disertai dalil yang biasa diungkapkan oleh orang Arab fasih, tapi komentar Sabban ini hanya berdasarkan analisis pada analogi untuk membangun suatu kaidah.