Penilaian: 0 / 5

Nonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan BintangNonaktifkan Bintang
 

Temuan tersebut diperoleh Dosen Universitas Muhammadiyah Magelang, yang juga aktif menjadi Assesor Badan Akreditasi Nasional  Pendidikan Non-Formal ini, setelah melakukan penelitian empiris dengan pendekatan fenomenologi terhadap sekolah-sekolah (SLTA) Muhammadiyah di wilayah Kabupaten Magelang. Riset yang menjadi karya disertasi putra kelahiran Semarang berjudul “Pengembangan Nilai Keberagamaan Pada Pendidikan Agama di SLTA Muhammadiyah Kabupaten Magelang” dipertahankan di hadapan Tim penguji antara lain : Dr. Sekar Ayu Aryani, MA., Prof. Dr. Abdurrahman Assegaf, M. Ag., M. Agus Nuryatno, MA., Ph.D., Prof. Dr. Hj. Darmiyati Zuhdi, M. Ed., Prof. Dr. H. Sodiq A. Kuntoro, M. Ed., (Promotor merangkap Penguji) dan Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, SU., (Promotor merangkap Penguji), Senin, 31 Oktober 2011.  Dengan karya disertasinya ini, Suliswiyadi berhasil meraih Gelar Doktor Bidang Ilmu Agama Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, dengan predikat “Sangat Memuaskan”

Dalam abstraksi disertasinya, promovendus memaparkan, sampai saat ini, misi dan pola pembelajaran SLTA Muhammadiyah hasil risetnya di wilayah Magelang masih sesuia dengan pemikiran Kyai Ahmad Dahlan. Yakni : untuk mengembangkan moral, kemandirian individu, dan perbaikan Sosial. Bentuk keberagamaan siswa berdasarkan prosentasi inventori menunjukkan, 40% pembelajaran masuk tipologi Munu (memelihara tradisi di luar Islam murni dan berorientasi magis). 28% isi pembelajaran sinkron dengan pemikiran Kyai Ahmad Dahlan (konsisten pengalaman Islam murni, tetapi lebih inklusif dan toleran).

16% Al Ikhlas (skripturalis dan tekstual pemahaman Islam Murni). 14% Munas (sinkretis yang terbuka dan pragmatis). Ada penggabungan dua tipologi Kyai Ahmad Dahlan dan Al Ikhlas menjadi 44%, menunjukkan jika keberagamaan para siswa SLTA Muhammadiyah secara konteks masih dalam kategori pengalaman Islam murni.

Sementara, praktek pendidikan agama pada SLTA Muhammadiyah berlangsung melalui proses pembelajaran sosial, kurikuler dan ekstra kurikuler. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan cara penciptaan suasana belajar yang kondusif, dalan setting kurikulum tersembunyi. Sehingga secara signifikan berpengaruh terhadap pembentukan kesadaran keberagamaan para siswa.

Menurut Promovendus, model pembelajaran agama di SLTA Muhammadiyah diselenggarakan secara kontekstual dan din amis. Secara perspektif, kontekstualisasi pembelajaran direkonstruksi dengan pendalaman pada tindakan refleksi dan transformasi melalui tahapan operasional pembelajaran refleksi – transpormatif (dalam konteks belajar, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi). Proses pembelajaran seperti ini, jelas promovendus, masih cocok dan sejalan  dengan arah dasar pendidikan Muhammadiyah warisan Kyai Ahmad Dahlan. Yaitu proses seseorang mentransformasikan diri secara substantif, sehingga peserta didik bisa menjadi manusia yang lebih religius dan humanis. Dan pola pemikiran Kyai Ahmad Dahlan ini ternyata masih efektif diterapkan sampai sekarang untuk  mendidik dan mengembangan nilai keberagamaan  anak didik.

Promovendus berharap,   pola pembelajan dan pengembangan nilai keberagamaan warisan Kyai Ahmad Dahlan yang selalu melibatkan praktek kegiatan formal dan informal dalam setiap sesi pembelajarannya ini,  dapat dijadikan panutan di sekolah-sekolah lain. Selain itu, putra kelahiran Semarang ini juga berharap, pola pembelajaran dan pengembangan nilai keberagamaan ala Kyai Ahmad Dahlan ini dapat dijadikan acuan lembaga-lembaga pendidikan tinggi Fakultas Tarbiyah Jurusan Pendidikan Agama Islam, agar mendesain Standar Kompetensi Pendidikan Agama yang memiliki wawasan dan kompetensi pendidikan nilai dengan desain hidden kurikulum bagi tumbuhnya kesadaran belajar serta merumuskan rancang bangun model pembelajaran agama reflektif transformatif. Tegas Promovendus.

(Sumber: Humas UIN Sunan Kalijaga)