Peta Literatur Keislaman di Kalangan Generasi Milenial

Grand Hotel Mercure Yogyakarta menjadi tempat terakhir rangkaian acara Seminar Diseminasi Hasil Penelitian “Literatur Keislaman Generasi Milenial” yang digagas oleh Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Convey Indonesia. Dalam acara yang diselenggarakan pada Selasa (30/1) itu, beberapa peneliti yang hadir antara lain Prof. Noorhaidi Hasan, Dr. Roma Ulinnuha, Dr. Fosa Sarassina dan Dr. Suhadi. Acara seminar itu juga mendatangkan Hairus Salim (pegiat buku dan budaya) dan Nendra Primonik (Founder Hipwee) sebagai pembahas.

 

 Dilakukannya penelitian tentang literature keislaman tersebut secara umum berangkat dari satu pertanyaan mendasar; literature keislaman seperti apa yang banyak diakses oleh generasi milenial?

Selama ini,  sebagian kalangan beranggapan bahwa generasi milenial merupakan generasi yang  sangat rentan terhadap ideology radikalisme dan konservatif. Berkembangnya ideology tersebut salah satunya dipengaruhi oleh menyebarnya literature keislaman di kalangan mereka yang ditulis dan diproduksi oleh pihak-pihak yang memiliki afiliasi terhadap beberapa kelompok Islam seperti Salafi, Tarbawi, Tahriri, Jihadi dan sejenisnya.

Dari hasil penelitian yang melibatkan para siswa dan mahasiswa di 16 kota di Indonesia ini, setidaknya dapat dipetakan bahwa literature keislaman yang paling banyak diakses oleh generasi milenial adalah literature keislaman populer, menyusul kemudian literature keislaman Tarbawi, Tahriri, dan Salafi. Meskipun literature keislaman popular sangat dominan di kalangan generasi ini, namun secara tidak langsung tetap ada pengaruh ideology tertentu yang turut mewarnai konten literature tersebut seperti ideology Salafi dan Tarbawi.

Dalam paparannya, Prof. Noorhaidi mengatakan bahwa dominannya literature keislaman populer di kalangan generasi milenial salah satunya dipengaruhi oleh terlalu kuatnya ide penerapan pendidikan karakter yang dibebankan bagi siswa maupun mahasiswa. Sementara di sisi lain, pemerintah tidak mampu menghadirkan literature keislaman yang sesuai dengan budaya mereka, sehingga kalangan ini pada akhirnya memilih mengakses literature keislaman yang lebih mewakili gaya dan kecenderungan mereka. Kenyataan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para akademisi untuk dapat memproduksi literatur keislaman yang sesuai dengan budaya yang berkembang di kalangan anak muda.

 

 Sebagai sebuah rekomendasi bagi pemerintah, para peneliti sepakat tentang perlunya mengimbangi literature keislaman yang di antaranya mengandung bias-bias ideology konservatif dan radikal tersebut dengan memproduksi literature keislaman yang moderat, humanis dan toleran. Dalam paparannya, Nendra Primonik juga memandang penting buku-buku keislaman di sekolah dikemas dan disajikan dengan gaya yang menarik, trendy, kece dan casual sesuai budaya yang berkembang di kalangan generasi milenial saat ini (Salman Rusydie).