Drs. H. Zuriatul Khairi, M.Ag., M.Si. (46 tahun) mengatakan Muhammadiyah dan NU adalah dua organisasi keagamaan terbesar dan dapat dikatakan mewakili pandangan umat Islam di Indonesia. Muhammadiyah berpaham modernis dan NU berpaham tradisionalis. Muhammadiyah menyelogankan tajdid kembali kepada Al-qur’an dan Sunnah. NU menyelogankan Aswaja mengikuti mazhab. Keduanya adalah penganut Islam ortodoks. Keduanya merupakan organisasi keagamaan sangat mapan, yang tidak lekang diterpa zaman. Era 1990-an, ketika gelombang pluralisme dan kesetaraan jender mengayun pemikiran keagamaan di Indonesia, Muhammadiyah dan NU pun tidak terlepas dari riaknya. Keduanya sama-sama tertantang pemikirannya dalam mensikapi realitas sosial ini, sehingga eksistensinya tetap teruji. Ternyata memang terbukti, keduanya bisa sama-sama mensikapi arus perubahan dengan baik, sehingga eksistensinya semakin mapan, walaupun keduanya memiliki pemikiran dan sikap yang berbeda.
Hal tersebut disampaikan Dosen Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Qasim Riau ini, setelah dirinya melakukan penelitian terhadap kekuatan teologi Muhammadiyah dan NU. Penelitian yang dilakukan putra kelahiran Pekanbaru ini, bermaksud mendiskripsikan perkembangan pemikiran keagamaan Muhammadiyah dan NU. Pihaknya berupaya menggali berbagai literatur, makalah, majalah, bulletin, surat kabar, website, dan keputusan-keputusan musyawarah dan muktamar kedua organisasi ini. Kemudian menganalisisnya melalui pendekatan sejarah sosial. Hasil analisisnya diangkat dalam karya disertasinya dan dipresentasikan untuk memperoleh gelar doktor bidang Ilmu Agama Islam Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, bertempat di Ruang Promosi Doktor Gedung Convention Hall kampus setempat, Jum’at, 27 Mei 2011. Karya disertasinya berjudul “Teologi Muhammadiyah dan NU” (Diskursus Pluralisme Agama dan Kesetaraan Jender) dipertahankan di hadapan Tim Penguji antara lain : Prof. Dr. H. Djoko Suryo, Dr. Fatimah, M.A., Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, M.A., Prof. Dr. H. Siswanto Masruri, M.A., Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. (promotor merangkap penguji), dan Prof. Dr. H. Iskandar Zulkarnain (promotor merangkap penguji). Sidang Promosi dipimpin Prof. Dr. H. Amin Abdullah, dengan sekretaris Dr. Sekar Ayu Aryani, MA.
Lebih lanjut Zuriatul Khairi memaparkan, hasil penelitian disertasinya tentang Konsep Teologi Muhammadiyah dan NU mensikapi setiap tahap perkembangan dan perubahan menunjukkan, Muhammadiyah selalu menggunakan konsep Teologi Tauhid dan Tajdid, sementara NU menggunakan konsep Teologi Aswaja, sebagai pegangan dalam menyatukan komunitas pengikut mazhab. Muhammadiyah dan NU sama-sama menganut paham keberagamaan eksklusif toleran, dengan pemaknaan eksklusif toleran yang berbeda. Artinya, Muhammadiyah menganut eksklusif toleran dengan mengembangkan konsep ahli kitab dari Yahudi dan Nasrani dalam memandang agama-agama lain, menyebabkan sikap Muhammadiyah lebih luwes terhadap agama-agama lain. Sementara NU tetap mempertahankan konsep Kafir terhadap Non-Muslim, menyebabkan sikap NU yang konservatif terhadap agama-agama lain.
Disaat isu pluralitas dan kesetaraan gender merebak tahun 90-an, Saat itu, isu pluralisme yang memandang sama semua agama-agama semakin kuat. Sementara, penggiat jender mempermasalahkan pandangan para ulama yang sangat terikat pada teks nash dan fikih, sehingga terkesan membedakan dan merendahkan kaum wanita dari kaum laki-laki. Para penggiat jender menuntut keadilan dan kesetaraan.
Menghadapi kedua isu ini, pemikiran pahan keagamaan Muhammadiyah dan NU yang eksklusif, ternyata tidak menyebabkan keduanya bersikap intoleran dan permusuhan terhadap penganut agama lain. Dari analisis diskriptif-komparatif terhadap data yang terkumpul, paham eksklusif kedua organisasi ini, terntara masih sangat erat dengan konsep pluralisme agama-agama dan kesetaraan jender. Muhammadiyah dan NU sama-sama menghargai kebenaran agama-agama lain, namun melarang pernikahan dengan non-Muslim, tetapi tetap membebaskan hubungan mu’amalat. Dalam melihat perbedaan jender, Muhammadiyah dan NU memandang ada perbedaan tata cara laki-laki dan perempuan dalam melaksanakan ibadah. Sementara dalam masalah kemasyarakatan, Muhammadiyah lebih apresiatif terhadap kesetaraan jender daripada NU.
Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat perbedaan perkembangan pandangan keagamaan antara Muhammadiyah dengan NU. Muhammadiyah mengalami perubahan dalam pandangan terhadap hubungan dengan non-Muslim. Sedangkan NU mengalami perubahan dalam pandangan terhadap masalah jender. Perubahan pandangan kedua organisasi ini, kata Zuriatul Khairi, dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya dan politik, serta faktor internal organisasi ikut juga berpengaruh. Dari hasil analisis disertasi ini, menurut promovendus, kedua organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini sesungguhnya bersikap terbuka terhadap perubahan dan perkembangan jaman, tetapi berbeda bentuk dalam pemikiran dan cara mensikapi. Sikap keterbukaan inilah yang mempermudah generasi muda Muhammadiyah dan NU dalam menyesuaikan perkembangan jaman. Sikap keterbukaan ini pula yang menyebabkan kedua organisasi ini semakin besar dan eksis.