Chusnan B. Djaenuri (64 tahun) mengatakan,  NU memiliki paham yang berkembang menjadi fikrah Nahdiyyah dalam memahami, mensikapi dan mengamalkan ajaran Islam,  yang menyatukan antara aqidah, syari’ah dan akhlak tasawuf,  disebut Aswaja. Dalam merespon permasalahan, baik yang berhubungan dengan keagamaan dan kemasyarakatan, Aswaja NU memutuskan Manhaj fikrahnya sebagai berikut: 1. Bidang Aqidah, mengikuti pemikiran Ahlussunnah wal Jama’ah, khususnya pemikiran Abu Hasan al-Asy’ari (260-324H) dan Abu Mansur al-Maturidi (w 333 H). 2. Bidang Fiqh, NU bermazhab secara qauliy dan manhajikepada al-Junaid al-arba’ah. 3. Bidang tasawuf, NU mengikuti al-Junaidi al-Baghdadi (w.297 H) dan Abu Hamid al – Ghazali (450-505 H / 1058-1111 M), juga Abu Hasan Ali As-Syadzili.

Hal tersebut disampaikan Kepala Madrasah Aliyah Negeri Pekalongan, yang juga dosen STAIN Pekalongan ini, saat mempresentasikan hasil riset disertasinya untuk meraih gelar Doktor bidang Ilmu Agama Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, bertempat di Gedung Convention Hall kampus setempat, Kamis, 31 Januari 2013. Disertasi putra kelahiran Brebes berjudul “Ahl As-Sunnah Wal-Jama’ah NU (Konsepsi dan Implementasi)” dipertahankan di hadapan tim penguji: Prof. Dr. H. Iskandar Zulkarnain, Prof. Dr. Nizar Ali, M. Ag., Dr. Phil Sahiron Syamsuddin, MA., Dr. Hamin Ilyas, MA., Prof. Dr. H.M. Amin Abdullah, (promotor merangkap penguji), Prof. Dr. H. Khoiruddin, MA., (promoter merangkap penguji).  Sidang promosi dipimpin Prof. Dr. H. Musa Asy’arie dengan sekretaris Dr. Sekar Ayu aryani, MA.

Di hadapan promot0r dan tim penguji, promovendus memaparkan, dalam mengimplementasikan fikrahnya, NU memiliki ciri khas Tasawuf Moderat, yang senantiasa berupaya bersikap seimbang (tawazun)dalam mensikapi berbagai persoalan. Nu tidak tafrit atau ifrat (ekstrim kanan atau ekstrim kiri), juga seimbang dalam memperjuangkan dunia dan akherat, naql dan ‘aql. NU bersikap toleran (tasamuh), selalu berupaya hidup berdampingan secara damai  dengan semua pihak, walaupun cara pikir, budaya, dan aqidahnya berbeda. NU mengedepankan sikap kesederhanaan/tidak berlebihan (I’tidal) dan selalu mengupayakan perbaikan menuju arah yang lebih baik (al-islah ila ma huwa al-aslah),tetapi juga dinamis, dalam arti selalu melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan. Sementara cara berpikir yang diterapkan NU adalah cara berpikir metodologis (minhaji), yakni senantiasa menggunakan kerangka berpikir yang mengacu kepada minhaj, dengan sikap keseharian yang amar makruf nahi munkar dan berpegang teguh pada Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Dalam mengimplementasikan Aswaja NU, bidang fiqh terbukti mendapat perhatian besar dari masyarakat, namun dalam hal aqidah dan tasawuf secara doktrinal dan ideologis masih perlu dikembangkan secara  sistematis sehingga masyarakat mudah memahaminya. Di Hadapan promotor dan tim penguji, promovendus juga memaparkan kritiknya terhadap Keorganisasian NU. Menurutnya,  implementasi dalam upaya pendidikan formal dan non – formal, masih banyak ditemukan pencampur-adukan antara ke-NU-an dengan pelajaran ke-aswaja-an, antara hal-hal yang sifatnya ilmiah dengan tradisi. NU juga dianggap lamban dalam upaya mereaksi perkembangan dan mereaktualisasi paham aswaja, khususnya di bidang fiqh. Buktinya, hasil-hasil munas dan muktamarnya terutama dalam hal hukum Islam belum bisa menjawab berbagai persoalan atau belum sepenuhnya dapat menjawab persoalan-persoalan  yang terus berkembang,  karena  qaul ulama NU terbatas sekali. Dalam hal tasawuf, meskipun NU peka dalam mebuktikan ri’yahnya, dengan tetap memelihara dan mengembangkan sistem thariqatnya. Namun thariqat NU terlihat masih sebatas ikhtiar untuk menciptakan suasana pelaksanaan beragama yang berkesinambungan  dan jalan tengah serta toleransi. Ke depan diharapkan, NU bisa menjadi organisasi yang mengontrol dan mengawasi tarekat, agar jangan sampai ada tarekat di negri ini yang menyimpang dan menyalahi syari’at, demikian harap bapak 3 putra dari istri Hj. Alfiah ini.

Sumber (Humas)