Drs. Nasaiy Aziz, MA., (55 tahun) mengatakan, perkembangan masyarakat saat ini begitu pesat diiringi dengan permasalahan kehidupan yang semakin kompleks berimplikasi pada keinginan masyarakat yang semakin meningkat untuk memahami ayat-ayat Al-Qur’an dengan baik agar bisa mengatasi permasalahan kehidupan sebaik-baiknya. Para ahli tafsirpun berupaya menemukan metode penafsiran Al-Qur’an yang efektif untuk membantu umat memahaminya dengan baik dan benar. Melihat indikasi ini, Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh ini tergugah untuk melakukan riset mengenai penafsiran Al-Qur’an Kontemporer, dengan harapan bisa menjabarkan satu metode penafsiran Al-Qur’an yang mudah dipahami masyarakat dan memberi pengayaan terhadap studi keislaman.
Nasaiy Aziz memilih metode penafsiran Bint asy-Syati’ dan metode penafsiran Fazlur Rahman untuk dijadikan obyek risetnya dan merangkum hasil risetnya menjadi karya Disertasi untuk meraih gelar Doktor bidang Ilmu Agama Islam Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Karya Disertasi dengan judul “Penafsiran Al-Qur’an Kontemporer – Studi Metode Penafsiran Bint asy-Syati’ dan Fazlur Rahman” hasil karya putra kelahiran Lampoh Saka (Pidie) ini dipresentasikan di hadapan tim penguji antara lain : Dr. H.A. Malik Madany, MA., Dr. Phil. Sahiron Syamsuddin, MA., Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, MA., Dr. Nurun Najwah, M. Ag., Prof. Drs. H. Akh. Minhaji, MA., Ph.D., (promotor merangkap penguji), dan Dr. Hamim Ilyas, MA., (promotor merangkap penguji).
Di hadapan promotor dan tim penguji Promovendus memaparkan bahwa pihaknya telah melakukan riset mendalam tentang metode penafsiran Al-Qur’an kontemporer karya Bint asy-Syati’ dan Fazlur Rahman dengan menggunakan metode riset deskriptif-analitis pendekatan sejarah. Dengan riset yang dilakukan ini, pihaknya berhasil mengungkap bahwa, metode yang digunakan Bint asy-Syati’ adalah metode kebahasaan dan sastra. Metode ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemaknaan yang lebih kaya terhadap pesan-pesan Al-Qur’an dan menemukan makna asli (al-ma’na al-asli, the original meaning) seperti makna ketika Al-Qur’an diturunkan. Melalui riset dengan pendekatan historis yang dilakukan promovendus, dapat dipahami bahwa logika bahasa yang menjadi cermin dari logika sejarah yang berlaku saat kitab suci diturunkan, berbeda dengan kenyataan dan lingkungan yang dirasakan dan dialami oleh pembaca sekarang.
Sementara Fazlur Rahman dengan metode double movement, berusaha membangun penafsiran tidak hanya dengan menemukan makna saat Al-Qur’an diturunkan, tetapi juga bergerak untuk menemukan signifikansi makna tersebut bagi kehidupan kontemporer saat ini. Sedangkan sintetik-logik telah membuka jalan untuk memahami Al-Qur’an secara padu, koheren dan kohesif. Dan menolak pemahaman ayat secara sepotong-sepotong dan terpisah-pisah.
Menurut promovendus, kedua metode penafsiran Al-Qur’an ( menurut Bint asy-Syati” dan Fazlur Rahman) memiliki karekter dan kekhasan masing-masing. Keduanya juga sama sama memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan penafsiran Al-Qur’an. Bint asy-Syati’ dengan menemukan makna asli dan memperluas makna mengeksplorasi pemaknaan yang lebih kaya terhadap pesan-pesan Al-Qur’an. Sedangkan Fazlur Rahman disamping berusaha menemukan makna asli, juga melihat pentingnya menemukan signifikansi makna pesan Al-Qur’an bagi solusi problematika masa kini. Bagi Rahman, signifikansi harus diturunkan dari makna asli, bukan semata-mata kebutuhan masa kini. Dari hasil risetnya promovendus berharap, perkembangan penafsiran yang mengacu kepada pemaknaan yang lebih kontekstual yang sesuai dengan kondisi dan situasi kekinian perlu digelorakan di kalangan akademisi tanpa mengabaikan makna asli yang dikehendaki Al-Qur’an. Sehingga semakin bisa membantu umat Muslim dan masyarakat luas dalam memahami makna setiap ayat dalam Al-Qur’an.
Sementara dalam membangun penafsiran Al-Qur’an era kini dalam rangka memberikan solusi setiap permasalahan kehidupan secara tuntas, kebenaran-kebenaran yang telah dicapai dan diraih oleh penafsir-penafsir terdahulu layak menjadi pondasi bagi pemahaman selanjutnya. Implikasi dari penafsiran kedua tokoh yang menjadi obyek riset promovendus juga dapat memperkaya pengembangan tafsir bi ar-ra’yi, pengembangan syarat-syarat mufasir dan ilmu bantu, serta semakin membumikan Al Qur’an itu sendiri, agar Al-Qur’an semakin dipahami seluruh umat manusia sebagai tuntunan hidup untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akherat, papar Bapak 2 putra dari istri Dra. Azizah A. Wahab ini.
(Weni Hidayati-Humas UIN Sunan Kalijaga)