Pada 18 November 2016, Sekolah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengadakan mini-conference bekerjasama dengan College of Religious Studies, Mahidol University, Bangkok, Thailand. Konferensi bertema “Contemporary religious issues in Southeast Asia” ini diikuti oleh lima mahasiswa program Magister (S2) dan Doktor (S3) Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga dan enam dosen, termasuk Direktur Pascasarjana Prof. Noorhaidi. Konferensi diawali dengan sambutan (welcome speech) dari kedua belah pihak. Pihak Mahidol University diwakili oleh Dr. Wathinee Boonchalaksi, mantan Dekan College of Religious Studies, Mahidol University. Dalam sambutannya, Dr. Boonchalaksi menyampaikan rasa bahagianya mendapat kehormatan sebagai tuan rumah konferensi ini. Bagi College of Religious Studies, kerjasama ini membuka momen sejarah penting bagi kedua belah pihak. Pada era 1980-an, Profesor Mu’in Umar, mantan rektor IAIN Sunan Kalijaga, telah mengadakan kerjasama dengan Mahidol University untuk kajian Buddhisme. Sayangnya, setelah Profesor Mu’in Umar tidak lagi menjabat, kerjasama tersebut berhenti. Oleh karena itu, mini-konferensi ini membuka kembali pintu kerjasama tersebut. Profesor Noorhaidi, mewakili Pascasarjana, menyampaikan terima kasihnya kepada pihak Mahidol University, terutama melalui Profesor Imtiyaz Yunus yang menerima proposal kerjasama mini-conference ini. Profesor Noorhaidi juga menegaskan bahwa tujuan utama dari mini-conference ini adalah memperkenalkan mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga pada atmosfer akademik internasional yang dibuktikan melalui presentasi makalah mereka dalam bahasa Inggris dan dihadiri oleh peserta dari berbagai negara. Setelah sambutan, kedua pihak menyerahkan cinderamata sebagai tanda terima kasih dan kenang-kenangan, masing-masing diwakili Dr. Boonchalaksi dan Profesor Noorhaidi.
Lima mahasiswa yang ikut dalam konferensi ini adalah Lukis Alam (S3), Muhammad Rikza Muqtada (S3), Harjoni Desky (S3), Muhammad Dluha Luthfillah (S2), dan M. Agus Budianto (S2). Mereka mempresentasikan makalah di hadapan mahasiswa dan profesor di College of Religious Studies. Lukis Alam menyampaikan makalah tentang Sekolah Islam Terpadu yang tumbuh pesat di kalangan menengah Muslim Yogyakarta. Muhammad Rikza Muqtada memperkenalkan ritual Bukak Luwur makam Sunan Kudus yang menjadi tradisi di Kudus Jawa Tengah. Muhammad Dluha Luthfillah mempresentasikan makalah tentang wacana transgender di dunia online. Harjoni Desky memaparkan makalahnya tentang meudamee, sebuah kearifan lokal di daerah Aceh dalam menangani konflik. Sedang M. Agus Budianto mengulas makalahnya tentang wacana ateisme di dunia online, terutama facebook.
Selain mereka, lima dosen Pascasarjana juga mempresentasikan makalahnya. Dr. Sunarwoto mempresentasikan makalah tentang public Islam di Surakarta dengan focus pada material culture berupa poster, spanduk, pamflet, dan sebagainya. Dr. Nina Mariani Noor menyampaikan makalahnya tentangAhmadiyah dan perjuangannya mencari keadilan. Dr. Najib Kailani mempresentasikan makalah tentang prosperity Islam atau Islam kesejahteraan. Pembicara selanjutnya adalah Dr. Ibnu Burdah. Dia menyampaikan makalah tentang sikap Muslim terhadap Buddhisme dari perspektif klasik dan kontemporer. Kemudian, terakhir, Dr. Roma Ulin Nuha yang merupakan sekretaris program S2 menyampaikan makalah tentang Muslim diaspora Indonesia di Jepang. Di pihak Mahidol University, tampil mahasiswi PhD asal Yunani, Maria Kellis, yang membawakan makalah berjudul “Traditional Balinese Water Purification Ceremonies: A Study of Ida Pedanda Mpu Budha Maharsi Alit Parama Daksa Known as: “Ida Resi Alit”. Dalam paparannya, Kellis menunjukkan betapa pentingnya air dalam ritual agama Hindu Bali.
Atmosfere internasional dalam mini-conference kali ini terasa karena dihadiri oleh mahasiswa dan profesor dari berbagai negara. Di antara mereka berasal dari Yunani, Rusia, Cina, Iran dan Amerika, selain juga mahasiswa-mahasiswi asal Thailand sendiri. Menarik, tampak bahwa mereka sangat antusias mengikuti konferensi dengan aktif memberikan banyak pertanyaan kepada pembicara. Profesor Imtiyaz Yusuf dan Profesor Noorhaidi juga menjadi bagian penting dari perdebatan dalam diskusi dan keduanya menjadikan diskusi benar-benar hidup.