Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama RI kembali menggandeng Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta  untuk menjadi salah satu penyelenggara Program Beasiswa 5000 Doktor Dalam Negeri tahun akademik 2018/2019. Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga juga dipercaya menjadi salah satu tempat dan tim seleksi peserta Beasiswa 5000 Doktor yang memilih studi di perguruan tinggi umum (PTU).

Program Beasiswa 5000 Doktor tahun ini agak berbeda dengan periode sebelumnya. Tahun sebelumnya beasiswa hanya diberikan pada dosen di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI), tenaga kependidikan PTKI dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Eselon I Direktorat Pendidikan Islam Kementerian Agama. Sedangkan tahun ini, beasiswa juga diberikan kepada dosen tetap (PNS/Non-PNS) pengampu mata kuliah Pendidikan Agama Islam di PTU, Dosen Islamic Studies pada Fakultas Agama Islam di PTU, PNS pada PTKIN dan PNS Kementerian Agama (Guru dan Pengawas Madrasah).

Rangkaian seleksi Beasiswa 5000 Doktor dimulai dengan tahap pendaftaran (13 April- 31 Mei 2018), pengumuman seleksi administrasi (8 Juni 2018), ujian tulis dan wawancara untuk pilihan studi di PTKI (27-28 Juni 2018), ujian wawancara untuk pilihan studi di PTU (4 Juli 2018), dan pengumuman kelulusan (20 Juli 2018). Jumlah pendaftar yang memilih tujuan studi di Program Doktor Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga mencapai 180 orang, meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, 108 peserta dinyatakan lolos seleksi administrasi, dan mengikuti tes tulis serta wawancara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga sebanyak 72 orang, sedangkan sisanya memilih lokasi tes di PTKI lain yang terdekat dari daerah asal. Sementara peserta dengan tujuan studi PTU yang memilih lokasi tes di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga sebanyak 146 orang.

 

Mahasiswa program doktor adalah calon-calon ilmuwan yang diharapkan mengembangkan bahkan menghasilkan temuan-temuan baru dalam diskursus ilmu pengetahuan. Karena itu, proses seleksi baik tulis maupun wawancara berlangsung sangat selektif. Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga menerapkan kriteria yang sangat ketat dan standar kualifikasi yang tinggi. Hal ini dalam rangka menjaring mahasiswa program doktor yang betul-betul memiliki kelayakan akademik, kapasitas keilmuan yang mumpuni, dan komitmen untuk menyelesaikan studi tepat waktu. Melalui proses seleksi yang ketat ini ini, Direktur Pascasarjana, Prof. Noorhaidi, yakin akan mendapatkan input mahasiswa yang berkualitas.

 

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, puji syukur saya telah lolos seleksi mengikuti Vienna International Christian-Islamic Summer University (VICISU) 2018. Program ini merupakan kerjasama antara Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Universitas Wina dan Kementrian Sains, Riset dan Ekonomi Austria yang akan berlangsung pada tanggal 29 Juli - 18 Agustus 2018. Selama program berlangsung saya akan tinggal di Abbey Altenburg dan melaksanakan kuliah singkat bersama professor serta mahasiswa dari Universias Islam dan Kristen berbagai negara di dunia seperti  Afghanistan, Australia, Austria, Bosnia, Kamerun, Mesir, Ghana, Jerman, India, Indonesia, Iran, Irak, Israel, Kazakhstan, Lebanon, Malaysia, Maroko, Oman, Pakistan, Saudi Arabia, Turki, UK, USA dll.

Kuliah ini memiliki bobot kredit yang terdiri dari 5 ECST. Hampir sama dengan perkuliahan pada umumnya karena  pada dua minggu pertama akan diadakan ujian dan setelah program selesai para peserta VICISU akan menerima sertifikat diploma. Melalui program ini saya berharap dapat menyumbangkan ide-ide dalam nuansa ruang akademik untuk merespon isu-isu sosial yang mengatasnamakan agama. Saya mengucapkan terima kasih kepada Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan terbaik bagi mahasiswanya untuk memiliki pengalaman di kancah internasional.

 

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

 

 

Riska Dwi Agustin S.Hum

Peta Literatur Keislaman di Kalangan Generasi Milenial

Grand Hotel Mercure Yogyakarta menjadi tempat terakhir rangkaian acara Seminar Diseminasi Hasil Penelitian “Literatur Keislaman Generasi Milenial” yang digagas oleh Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Convey Indonesia. Dalam acara yang diselenggarakan pada Selasa (30/1) itu, beberapa peneliti yang hadir antara lain Prof. Noorhaidi Hasan, Dr. Roma Ulinnuha, Dr. Fosa Sarassina dan Dr. Suhadi. Acara seminar itu juga mendatangkan Hairus Salim (pegiat buku dan budaya) dan Nendra Primonik (Founder Hipwee) sebagai pembahas.

 

 Dilakukannya penelitian tentang literature keislaman tersebut secara umum berangkat dari satu pertanyaan mendasar; literature keislaman seperti apa yang banyak diakses oleh generasi milenial?

Selama ini,  sebagian kalangan beranggapan bahwa generasi milenial merupakan generasi yang  sangat rentan terhadap ideology radikalisme dan konservatif. Berkembangnya ideology tersebut salah satunya dipengaruhi oleh menyebarnya literature keislaman di kalangan mereka yang ditulis dan diproduksi oleh pihak-pihak yang memiliki afiliasi terhadap beberapa kelompok Islam seperti Salafi, Tarbawi, Tahriri, Jihadi dan sejenisnya.

Dari hasil penelitian yang melibatkan para siswa dan mahasiswa di 16 kota di Indonesia ini, setidaknya dapat dipetakan bahwa literature keislaman yang paling banyak diakses oleh generasi milenial adalah literature keislaman populer, menyusul kemudian literature keislaman Tarbawi, Tahriri, dan Salafi. Meskipun literature keislaman popular sangat dominan di kalangan generasi ini, namun secara tidak langsung tetap ada pengaruh ideology tertentu yang turut mewarnai konten literature tersebut seperti ideology Salafi dan Tarbawi.

Dalam paparannya, Prof. Noorhaidi mengatakan bahwa dominannya literature keislaman populer di kalangan generasi milenial salah satunya dipengaruhi oleh terlalu kuatnya ide penerapan pendidikan karakter yang dibebankan bagi siswa maupun mahasiswa. Sementara di sisi lain, pemerintah tidak mampu menghadirkan literature keislaman yang sesuai dengan budaya mereka, sehingga kalangan ini pada akhirnya memilih mengakses literature keislaman yang lebih mewakili gaya dan kecenderungan mereka. Kenyataan tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi para akademisi untuk dapat memproduksi literatur keislaman yang sesuai dengan budaya yang berkembang di kalangan anak muda.

 

 Sebagai sebuah rekomendasi bagi pemerintah, para peneliti sepakat tentang perlunya mengimbangi literature keislaman yang di antaranya mengandung bias-bias ideology konservatif dan radikal tersebut dengan memproduksi literature keislaman yang moderat, humanis dan toleran. Dalam paparannya, Nendra Primonik juga memandang penting buku-buku keislaman di sekolah dikemas dan disajikan dengan gaya yang menarik, trendy, kece dan casual sesuai budaya yang berkembang di kalangan generasi milenial saat ini (Salman Rusydie).  

 

Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI dan The Australian National University (ANU) kembali menawarkan beasiswa melalui program Partnership in Islamic Education Scholarships (PIES) tahun 2018-2019. Beasiswa ini diberikan kepada para dosen PTKI yang sedang menyelesaikan penulisan disertasi. Beasiswa akan diberikan kepada 6 orang nominator setelah melalui tahapan pendaftaran dan seleksi. Diktis telah resmi membuka pendaftaran beasiswa PIES ini mulai tanggal 21 Juni s.d 20 Juli 2018. Pendaftaran secara online di laman http://scholarship.kemenag.go.id/ dengan ketentuan dan mekanisme pendaftaran dapat dilihat pada link berikut:

http://pps.uin-suka.ac.id/id/pengumuman-id/1089-tawaran-beasiswa-partnership-in-islamic-education-scholarships-pies.html

Ada sebuah ungkapan terkenal terkait dengan kesehatan dan kebugaran tubuh, yaitu “You are what you eat” (kamu adalah apa yang kamu makan). Seiring perkembangan zaman terutama dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi muncul ungkapan baru, “You are what you read” (kamu adalah apa yang kamu baca). Ibarat memilih makanan, menentukan apa yang dibaca, bagian mana yang dibaca, serta informasi apa yang diakses setiap harinya, akan sangat menentukan pola pikir dan cara seseorang menanggapi suatu hal. Tidak terkecuali pola pikir dan sikap keagamaan seseorang.

Kalangan muda atau generasi milenial, khususnya pelajar dan mahasiswa, memiliki tingkat kerentanan yang cukup mengkhawatirkan terhadap fenomena radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Kerentanan itu salah satunya masuk melalui berbagai literatur keagamaan yang menjadi konsumsi mereka.

Seminar Diseminasi Hasil Penelitian Literatur Keislaman Generasi Milenial yang digagas Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Convey Indonesia, pada Rabu (10/1), di Hotel Gren Alia Cikini Jakarta, mengungkap peta literatur keislaman yang diakses generasi milenial. Direktur Pascasarjana, Prof. Dr. Noorhaidi Hasan mempresentasikan temuan penelitian itu dan selanjutnya dibedah para pakar di antaranya Prof. Dr. Amin Abdullah (Guru Besar UIN Yogyakarta), Prof. Dr. Jamhari Makruf (PPIM UIN Jakarta), dan Dr. Inaya Rakhmani (Dosen Universitas Indonesia).

 

Dalam paparannya Noorhaidi menjelaskan, penelitian ini dilakukan di 16 kota, yaitu Medan, Pekanbaru, Padang, Bogor, Bandung, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jember, Pontianak, Banjarmasin, Makasar, Palu, Mataram, Ambon dan Denpasar. Kota-kota ini dipilih dengan mempertimbangkan sebaran, tipologi, dan karakteristik penting yang melekat di dalamnya. Sebagai sampling dipilih pelajar sekolah menengah atas (SMA, SMK, MA) dan  mahasiswa perguruan tinggi.

Hasilnya ditemukan lima corak literatur keislaman yang umumnya diakses generasi milenial, yaitu literatur bercorak jihadi, tahriri, salafi, tarbawi, dan islamisme popular. Kelima corak tersebut berpola piramida terbalik. Artinya, dari atas (puncak) ke bawah semakin banyak peminatnya. Dalam hal ini, literatur jihadi paling sedikit peminatnya, sedangkan Islamisme popular paling banyak diminati.

Literatur jihadi menggambarkan dunia saat ini berada dalam situasi perang sehingga menekankan keharusan umat Islam mengobarkan jihad. Literatur tahriri menekankan gagasan revitalisasi khilafah sebagai jalan mengembalikan kejayaan Islam. Literatur salafi menawarkan landasan klaim identitas dan otentisitas yang merujuk langsung terhadap sumber-sumber utama Islam. Literatur tarbawi menyebarkan misi  ideologi Ikhwanul Muslimin yang berhasrat mengubah tatanan politik saat ini. Sedangkan literatur islamisme popular mengusung tema-tema keseharian dan menawarkan berbagai tuntunan praktis dalam kehidupan yang dikemas dengan renyah, trendy, dengan corak fiksi, popular, dan komik.

Dari temuan itu, penelitian merekomendasikan pada pemerintah agar mengimbangi penyebaran literatur keislaman ideologis yang berbahaya dengan mendorong publikasi buku-buku Islam moderat yang dikemas dengan gaya popular, renyah, dan trendy. Penyediaan literatur Islam moderat perlu diikuti dengan penguatan kesadaran dan perluasan wawasan seluruh stakeholder yang terlibat dalam pengajaran agama Islam di sekolah dan perguruan tinggi, terutama guru dan dosen, sehingga mereka dapat dengan baik menjelaskan isu literatur tersebut. (@van)

Berita terkait: Peneliti-UIN:-Kita-Belajar-Agama-Seperti-Ditakut-takuti-