Pagi ini (Sabtu 21/01/2017), IKMP kembali melanjutkan sekolah riset bersama pemateri Dr. Roma Ulinnuha (sekretaris koordinator Prodi IIS Pasca UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) dengan topik Research Traits In Socio-Religious Studies Contex. Pertemuan kali ini dipimpin oleh Lukis Alam—mahasiswa doktoral Pasca UIN Suka. Poin utama yang dijawab dari diskusi kali ini adalah bagaimana mengenali/merespon riset-riset sosial-keagamaan berbasis konteks sekaligus menjadi peneliti yang baik. Berbekal pengalaman sekaligus menjadi supervisor penelitian di berbagai tempat, Dr. Ulinnuha mengkritisi bahwa kapabilitas meneliti pada dasarnya adalah sebuah keahlian yang terbentuk dari rutinitas yang pro Ilmiah, dalam hal ini adalah kebiasaan melibatkan diri dalam berbagai kesempatan riset yang ada. Gejala-gejala sosial keagamaannya merupakan hal yang sudah, bahkan selalu terjadi, sehingga lapangan penelitian selalu terbuka dan menarik, tak pernah menyempit sedikipun. Diskusi ini diarahkan untuk menjawab bagaimana mencerna/mengabstraksikan gejala-gejala yang terjadi, dari yang konkret menjadi karya ilmiah yang baik dan bernilai akademik.
Di awal sesi, Dr. Ulinnuha memaparkan definisi dan perbedaan-perbedaan tentang klasifikasi ilmu. Ilmu merupakan pengetahuan yang sistematis dan terorganisir yang diperoleh melalui metode ilmiah dalam berbagai bidang keilmuan. Klasifikasi ilmu secara umum dapat diklasisifikasikan pada dua jenis, yaitu ilmu alam dan ilmu sosial. Baik ilmu alam maupun ilmu sosial memiliki tujuan yang sama yaitu menemukan hukum dan postulat teori yang dapat menjelaskan fenomena alam maupun sosial. Dengan kata lain tujuannya adalah membangun pengetahuan ilmiah. Meskipun seorang peneliti juga harus menyadari bahwa tak ada suatu kebenaran universal melainkan berbagai macam kebenaran karena pada dasarnya teori, sebagaimana diketahui, ditarik melalui penjelasan fenomena yang partikular yang diajukan oleh ilmuan. Sehingga peluang terjadinya “multiple truths” selalu terbuka. Oleh karena itu, lazim ada teori yang kuat dan ada pula teori yang lemah, tergantung pada kuat atau lemahnya kualitas relevansi teori tersebut terhadap realitas. Ini lah sebenarnya yang menandai progres keilmuan, yaitu progres sepanjang waktu atau never ending prosess, dari teori yang lemah ke teori yang lebih baik melalui observasi yang lebih baik menggunakan instrumen yang lebih akurat dan penalaran logis lebih konsisten. Pada proses inilah seorang peneliti benar-benar menempa diri, memperhatikan detail-detail syarat menjadi seorang peneliti.
Sebagai insan akademik, Dr. Ulinnuha mengatakan bahwa seorang peneliti harus mampu menjadi independen. Seorang peneliti harus memiliki kemampuan mengabstraksikan gejala-gejala sosial secara mandiri, dengan kata lain tidak hanya terbawa oleh trands melainkan dapat mengkritisi isu tersebut secara sistematis. Peneliti mampu menetapkan (secara mandiri) objek formal yang akan digunakan sebagai instrumen analisis. Hal ini signifikan karena akan menentukan arah penelitian dan peneliti lah yang akan mempertanggungjawabkan proyeknya. Dalam level ini, pemahaman teoretis adalah hal yang mutlak dikuasai. Dr. Ulinnuha menegaskan seorang peneliti pemula harus terus melatih otak untuk berpikir layaknya seorang peneliti pada umumnya. Misalnya dalam merespon isu-isu yang berkembang selalu menggunakan pendekatan ilmiah atau metode ilmiah, baik misalnya melibatkan grand theory, middle theory dan aplicative theory. Ini berfungsi untuk memvisualisasi dan mengidentifikasi konsep dan pola-pola tersembunyi kemudian untuk melakukan sintesa menjadi hukum atau teori yang dapat digeneralisasikan pada konteks yang lebih luas dari domain penelitian. Gerakan bolak-balik pada tataran empiris dan teoretis ini membutuhkan skill. Dan inilah yang menguras waktu cukup lama dan sarat pengetahuan teoretis yang mapan. Karena baru setelah memahamai berbagai teori, seorang peneliti mampu meracik suatu kerangka konseptual tentang sebuah fakta. “Proses abstraksi” inilah yang menjadi syarat kunci seorang peneliti yang baik. Proses abstraksi ini bukan merupakan suatu yang instan. Banyak hal yang harus dilalui, salah satu yang paling penting adalah mengasah imaginasi atau menempa logika ilmiah.
Dr. Ulinnuha melanjutkan bahwa tingkat imajinasilah yang akan menentuka posisi seorang peneliti dengan peneliti lainnya dan belakangan paling menentukan kualitas karya penelitiannya. Kemampuan berimajinasi bergantung pada luasnya jangkauan data termasuk teori, dalam hal ini adalah daya baca (reading skill) sangat menentukan. Semakin banyak bacaan/referensi maka kemampuan imajinasi semakin baik dan proses abstraksi menjadi lebih sistematis. Maka keen on reading adalah hal yang wajib dilakukan oleh setiap peneliti, jika ingin menghasilkan karya yang baik. Daya membaca ini juga dapat mempengaruhi gaya penyajian (kepenulisan) seorang peneliti.
Selain kedua hal di atas Dr. Ulinnuha juga menyampaikan, beberapa traits yang tak boleh dilupakan oleh seorang peneliti, yaitu mengikuti etika-etika penelitian, komunikatif, inklusif, teliti pada prosedur, memiliki motivasi diri yang kuat, memiliki management waktu yang baik, imaginatif dan sadar terhadap kepentingan-kepentingan akademik dan tujuan penelitian. Akhirnya Dr. Ulinnuha menyampaikan menjadi seorang peneliti adalah proses menjadi manusia intelektual, yaitu mampu menangani dan menyelesaikan masalah dan memahami berbagai konsep.
(04-01-2017) Ikatan Keluarga Mahasiswa Pascasarjana (IKMP) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyelenggarakan pelantikan pengurus baru pada hari Rabu 4 Januari 2017 bertempat di Aula Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pengurus baru IKMP masa bakti 2016-2017 dilantik oleh Rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, M.A., Ph.D. Pelantikan berlangsung cukup meriah karena dihadiri oleh beberapa undangan dari luar UIN Sunan Kalijaga dan alumni Pascasarjana. Hadir dalam kegiatan ini tak kurang dari 90 orang peserta.
Ketua IKMP masa bakti 2016-2017 Moh. Mursid dalam sambutannya menyatakan bahwa pengurus IKMP UIN SUKA mempunyai mimpi untuk menyetarakan kualitas Pascasarjana UIN SUKA dengan kampus-kampus ternama di Indonesia bahkan bisa go Internasional. Beberapa kegiatan ilmiah yang sudah dilaksanakan oleh IKMP salah satunya adalah Saturday Morning Lecture yang rutin diselenggarakan setiap satu minggu sekali. Kegitan ini menghadirkan para praktisi dan dosen yang berkompeten dalam bidangnya, bahkan di akhir tahun 2016 ini IKPM mengadakan Graduate Forum se-Indonesia, yang mendapat dukungan penuh dari Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
Salah satu penasihat IKMP yang juga mantan Ketua Ikatan Mahasiswa Pascasarjana se-Indonesia, Dr. Mustadin Sagala, S.Psi., M.Si. Dalam sambutannya Mustadin menjelaskan bahwa IKMP berbeda dengan organisasi mahassiwa S1. Kalau mahasiswa S1 lebih cenderung pada gerakan politis, tetapi mahasiswa Pascasarjana lebih pada penguatan akademik. Dosen dan sekaligus Ketua Prodi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN SUKA ini juga memaparkan, bahwa “pelantikan ini adalah pelantikan termewah di organisasi Himpunan Mahasiswa Pascasarjana yang pernah ada di Indonesia” tuturnya. Pengurus IKMP UIN SUKA sangat cerdik, karena dengan terbatasnya pendanaan tapi mampu menyelenggarakan pelantikan dengan acara yang cukup mewah. Tanpa harus mengeluarkan anggaran sepeser pun, dapat terlaksana pelantikan dengan menangkap peluang acara di Pascasarjana yang dirangkaikan dengan Bedah Buku maupun seminar-seminar Pascasarjana.
Mantan aktifis yang berasal dari suku Bugis Sulawesi Selatan itu juga tak lupa meminta kebijakan dari Prof. Yudian Wahyudi selaku Rektor UIN SUKA dan Prof. Noorhadi Direktur Pascasarjana UIN SUKA agar kiranya dapat mempertimbangkan anggaran khusus untuk IKMP UIN SUKA. Sebagai gambaran bahwa Ikatan Mahasiswa Pascasarjana di kampus lain mendapat kucuran memilki anggaran yang cukup dari universitas. Ada kampus yang memberikan anggaran paling tidak sampai 75.000.000,- bahkan berapapun jumlah yang diajukan sesuai proposal. Permintaan Dr. Mustadin disambut dengan bahagia dan penuh sorak senda gurau oleh Pengurus IKMP UIN SUKA, karena pendanaan ini sangatlah penting untuk menunjang keberlangsungan Program Kerja IKMP UIN SUKA.
Direktur Pascasarjana, Prof. Noorhadi dalam sambutannya lebih kepada mengulas perkembangan IKMP UIN SUKA yang lebih menggeliat pada dua tahun belakangan ini. Pembina IKMP UIN SUKA ini sangat mendukung kegiatan-kegiatan IKMP UIN SUKA bahkan kegiatan Graduate Forum berskala Nasional yang terlaksana di tahun 2016 akan terus didorong di tahun yang akan datang menjadi Internasional. Minimal diawali pada level Asia, pungkasnya dengan penuh optimistis.
Sambutan terakhir, Rektor UIN Sunan Kalijaga Prof. Yudian Wahyudi, Ph.D. memberikan bimbingan dan arahan berbanggalah menjadi mahasiswa yang di bawah naungan Kementerian Agama. Karena mahasiswa atau alumni di bawah naungan Kementerian Agama memiliki ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh perguruan tinggi di bawah naungan DIKTI. Kementerian Agama memiliki banyak pesantren dan madrasah yang mengajarkan santri dan muridnya Bahasa Arab. Penguasaan bahasa inilah yang menjadi daya saing tersendiri. Kita mampu menyeberang jalur dengan Bahasa Arab, sedangkan mereka hanya mampu satu bahasa saja. Rektor juga memberikan dukungannya kepada mahasiswa Pascasarjana UIN SUKA. Dukungan ini adalah pemberian beasiswa kursus Bahasa bagi mahasiswa/alumni terbaik. Pemberian beasiswa akan dilakukan sangat selektif dan terbuka bagi semua angkatan di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Demikian janji Rektor menutup sambutannya.
Paripurna rangkaian Pelantikan Pengurus IKMP, acara dilanjutkan dengan Launching Buku dan Diskusi Publik. Diskusi buku ini menghadirkan Dr. Sophia Rose Arjana dan Dr. Phil. Al Makin yang mempresentasikan buku karnya meraka dari hasil penelitian yang dilakukan. Diskusi ini dipandu oleh Najib Kailani, Ph.D.
Rose Arjana akan merilis buku barunya yang berjudul “Pligrimage in Islam” yang rencanya akan dipublish pada Juli 2017, sedangkan Al Makin memaparkan bukunya yang berjudul “Challenging Islamic Ortodoxy”. Al Makin dalam presentasinya menjelaskan banyak kategori yang harus dimilki jika ingin disebut sebagai Nabi di antaranya adalah mengaku sebagai Nabi dan memiliki followers. Salah satu tokoh yang ditulis dalam bukunya, Al Makin menyebut Abdurrahman yang mengaku sebagai Reinkarnasi Rasulullah.
Banyak pertanyaan dan tanggapan dalam diskusi tersebut dan peserta cukup antusias memberikan respons dan pertanyaan yang disampaikan kepada para narasumber. Diskusi berakhir pada dan berakhir pada pukul 13.28 WIB.
Kontributor: Sultriana (S2 SARK UIN Suka)
Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Prof. Noorhaidi Hasan memberikan apresiasi atas terlaksananya Graduate Forum 2016. Dalam sambutan penutupan acara, Selasa 8 November 2016, Noorhaidi mengatakan Graduate Forum 2016 ini menjadi arena untuk memperkuat riset di kalangan mahasiswa S2 dan S3 pascasarjana di Indonesia untuk mempertemukan berbagai disiplin ilmu, pemikiran dan keahlian. Juga menjadi ajang mimbar bagi para mahasiswa pascasarjana dalam menelorkan, pikiran, ide, dan temuan yang brilian dengan pelbagai topik yang bervariatif. Kegiatan ini merupakan yang pertama kali dan diselenggarakan di Pascasarjana UIN Sunan Kalijga Yogyakarta, setelah sebelumnya dilaksanakan rihlah ilmiah Ikatan Keluarga Mahasiswa Pascasarjana (IKMP).
Sementara Muhamad Abdul Aziz (Ketua Panitia acara) menilai graduate forum merupakan suatu ajang dan mimbar akademik yang tepat untuk mendiskusikan ide gagasan, pikiran, dan temuan baru mahasiswa pascasarjana. Aziz juga melihat bahwa graduate forum menjadi media membangun jejaring intelektual mahasiswa pascasarjana. Ia pun menambahkan, bahwa Graduate Forum 2016 saat ini menyajikan tulisan-tulisan riset terpilih yang ditulis oleh mahasiswa pascasarjana S2 dan S3 se-Indonesia yang konsen terhadap permasalahan kaum muda. Aziz berharap, hadirnya para penulis dari berbagai jurusan dan konsentrasi dalam Graduate Forum ini bisa memperkaya perspektif dan memberikan gambaran yang lebih luas dan mendalam tentang permasalahan di kalangan kaum muda. Menurutnya, problematika yang sudah menginfeksi kaum muda adalah fakta yang harus disikapi secara arif dan bijaksana. Dengan penyikapan seperti itu, maka kita bisa berfikir jernih, objektif, dan komprehensif untuk kemudian bisa mencari jalan keluar dari masalah-masalah ini. Bagaimanapun, generasi muda adalah aset bangsa yang harus dijaga dengan sepenuhnya dan seserius mungkin. Oleh karenanya, berbagai tawaran tentang arah tujuan kaum muda dan penguatan pendidikan keagamaan serta pendidikan karakter bangsa dapat memberikan solusi.
Sementara itu, ketua IKMP UIN Sunan Kalijaga Moh. Amursyid dalam sambutannya menjelaskan, IKMP UIN Sunan Kalijaga sudah berdiri sejak tahun 2006. Namun dengan adanya pergantian kepengurusan IKMP UIN Sunan Kalijaga mengalami stagnasi hingga pada tahun 2012 setelah diadakannya Rapat pertemuan perwakilan mahasiswa dari berbagai program studi dipimpin oleh Saudara Ainur Rahim, M.Si selaku senior di IKMP UIN Sunan Kalijaga maka diputuskan untuk memilih kembali Ketua IKMP UIN Sunan Kalijaga yang baru. Dari susksesi ketua ini terpililah Saudara Sumarto sebagai Ketua IKMP UIN Sunan Kalijaga periode 2012-2013. Dinamika IKMP selanjutnya, pada 5 Desember 2014 di adakan Rapat Kerja IKMP UIN Sunan Kalijaga periode 2014-2015 dan berhasil merumuskan program kerja selama 1 tahun dengan indikator: sangat berhasil (A)-berhasil (B)-kurang berhasil (C)-tidak berhasil (D) berdasarkan program kerja yang terlaksana dan tidak terlaksana. Program terbaru IKMP saat ini adalah sekolah riset yang akan diadakan di kampus Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, tandasnya.
Pada 18 November 2016, Sekolah Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta mengadakan mini-conference bekerjasama dengan College of Religious Studies, Mahidol University, Bangkok, Thailand. Konferensi bertema “Contemporary religious issues in Southeast Asia” ini diikuti oleh lima mahasiswa program Magister (S2) dan Doktor (S3) Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga dan enam dosen, termasuk Direktur Pascasarjana Prof. Noorhaidi. Konferensi diawali dengan sambutan (welcome speech) dari kedua belah pihak. Pihak Mahidol University diwakili oleh Dr. Wathinee Boonchalaksi, mantan Dekan College of Religious Studies, Mahidol University. Dalam sambutannya, Dr. Boonchalaksi menyampaikan rasa bahagianya mendapat kehormatan sebagai tuan rumah konferensi ini. Bagi College of Religious Studies, kerjasama ini membuka momen sejarah penting bagi kedua belah pihak. Pada era 1980-an, Profesor Mu’in Umar, mantan rektor IAIN Sunan Kalijaga, telah mengadakan kerjasama dengan Mahidol University untuk kajian Buddhisme. Sayangnya, setelah Profesor Mu’in Umar tidak lagi menjabat, kerjasama tersebut berhenti. Oleh karena itu, mini-konferensi ini membuka kembali pintu kerjasama tersebut. Profesor Noorhaidi, mewakili Pascasarjana, menyampaikan terima kasihnya kepada pihak Mahidol University, terutama melalui Profesor Imtiyaz Yunus yang menerima proposal kerjasama mini-conference ini. Profesor Noorhaidi juga menegaskan bahwa tujuan utama dari mini-conference ini adalah memperkenalkan mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga pada atmosfer akademik internasional yang dibuktikan melalui presentasi makalah mereka dalam bahasa Inggris dan dihadiri oleh peserta dari berbagai negara. Setelah sambutan, kedua pihak menyerahkan cinderamata sebagai tanda terima kasih dan kenang-kenangan, masing-masing diwakili Dr. Boonchalaksi dan Profesor Noorhaidi.
Lima mahasiswa yang ikut dalam konferensi ini adalah Lukis Alam (S3), Muhammad Rikza Muqtada (S3), Harjoni Desky (S3), Muhammad Dluha Luthfillah (S2), dan M. Agus Budianto (S2). Mereka mempresentasikan makalah di hadapan mahasiswa dan profesor di College of Religious Studies. Lukis Alam menyampaikan makalah tentang Sekolah Islam Terpadu yang tumbuh pesat di kalangan menengah Muslim Yogyakarta. Muhammad Rikza Muqtada memperkenalkan ritual Bukak Luwur makam Sunan Kudus yang menjadi tradisi di Kudus Jawa Tengah. Muhammad Dluha Luthfillah mempresentasikan makalah tentang wacana transgender di dunia online. Harjoni Desky memaparkan makalahnya tentang meudamee, sebuah kearifan lokal di daerah Aceh dalam menangani konflik. Sedang M. Agus Budianto mengulas makalahnya tentang wacana ateisme di dunia online, terutama facebook.
Selain mereka, lima dosen Pascasarjana juga mempresentasikan makalahnya. Dr. Sunarwoto mempresentasikan makalah tentang public Islam di Surakarta dengan focus pada material culture berupa poster, spanduk, pamflet, dan sebagainya. Dr. Nina Mariani Noor menyampaikan makalahnya tentangAhmadiyah dan perjuangannya mencari keadilan. Dr. Najib Kailani mempresentasikan makalah tentang prosperity Islam atau Islam kesejahteraan. Pembicara selanjutnya adalah Dr. Ibnu Burdah. Dia menyampaikan makalah tentang sikap Muslim terhadap Buddhisme dari perspektif klasik dan kontemporer. Kemudian, terakhir, Dr. Roma Ulin Nuha yang merupakan sekretaris program S2 menyampaikan makalah tentang Muslim diaspora Indonesia di Jepang. Di pihak Mahidol University, tampil mahasiswi PhD asal Yunani, Maria Kellis, yang membawakan makalah berjudul “Traditional Balinese Water Purification Ceremonies: A Study of Ida Pedanda Mpu Budha Maharsi Alit Parama Daksa Known as: “Ida Resi Alit”. Dalam paparannya, Kellis menunjukkan betapa pentingnya air dalam ritual agama Hindu Bali.
Atmosfere internasional dalam mini-conference kali ini terasa karena dihadiri oleh mahasiswa dan profesor dari berbagai negara. Di antara mereka berasal dari Yunani, Rusia, Cina, Iran dan Amerika, selain juga mahasiswa-mahasiswi asal Thailand sendiri. Menarik, tampak bahwa mereka sangat antusias mengikuti konferensi dengan aktif memberikan banyak pertanyaan kepada pembicara. Profesor Imtiyaz Yusuf dan Profesor Noorhaidi juga menjadi bagian penting dari perdebatan dalam diskusi dan keduanya menjadikan diskusi benar-benar hidup.
Ikatan Keluarga Mahasiswa Pascasarjana (IKMP) Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga sukses menyelenggarakan Graduate Forum mahasiswa pascasarjana se-Indonesia bertemakan “Navigating Youth Activism and Future Trajectory: State, Education and Identity” yang dihadiri oleh 63 presenter dan 60 partisipant dari berbagai kampus dan berbagai jurusan di Indonesia. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 7-8 November 2016 di gedung Convention Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Graduate Forum ini menghadirkan keynote speaker: Dr. Hj. Nihayatul Wafiroh, MA, dan 3 orang narasumber: Prof. Noorhaidi Hasan, M.A., M. Phil., Ph.D (Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga), Dr. M. Najib Kailani (Direktur Youth Studies Centre), dan Suhadi., MA., Ph.D.
Noorhaidi dalam sambutannya mengatakan bahwa acara Graduate Forum ini terbilang sangat sukses, bahkan mengalahkan conference-conference yang lainnya. Karena mengingat begitu banyak antusias para presenter dari berbagai kampus di Indonesia. Ia pun menambahkan, bahwa eksistensi pemuda sebagai pembaru dan penerus bangsa dalam menghadapi situasi yang sangat cepat berubah, misalnya budaya pop (pop culture), sebagai sebuah sintesis yang secara kreatif dimunculkan oleh kaum muda, ketika dihadapkan dengan berbagai arus, mereka ingin tampil Islami tapi tidak tertinggal dengan perkembangan global. Seperti dalam berpakaian, mereka membuat jilbab yang keren dan lain-lain. Namun, kita tahu bahwa ada banyak kelompok-kelompok kecil (small groups) pemuda yang masih bergeliat menyongsong perubahan demi perubahan di Indonesia. Kelompok ini tidak hanya minoritas di kalangan muda secara umum tetapi juga tereksklusi di tengah lingkungan mereka sendiri (universitas/kampus). Secara dominan, hanya segelintir pemuda yang terlibat aktif di dalam organisasi-organisasi kepemudaan. Sisanya adalah kalangan terdidik yang apatis terhadap realitas sosial.
Ketua Panitia Muhamad Abdul Aziz mengatakan, tujuan diadakannya Graduate Forum ini guna merumuskan Islam yang ramah sebagai inspirasi peradaban dunia, mengembangkan kultur riset di kalangan mahasiswa pascasarjana se-Indonesia, problem pemuda dan pendidikan, pemuda dan negara, pemuda dan identitas di tengah masyarakat globalisasi. Ia berharap bahwa dengan adanya graduate forum dikalangan mahasiswa pascasarjana di ruang akademik dan publik yang lebih terbuka dapat menjawab permasalahan yang ada pada generasi muda di Indonesia saat ini, dan dapat memberikan solusi agar pemuda Indonesia lebih cerdas, berpendirian, jujur, beretika, mencerahkan, dan punya komitmen yang tinggi terhadap masa depan bangsa dan negera ini. Kegiatan Graduate Forum ini tidak hanya sebatas tingkat nasional, tetapi bisa dilaksanakan tingkat international dengan nama ASEAN Graduate Forum di tahun 2017.