Teliti Kedinamisan Prosentase Zakat Dalam Rangka Memaksimalkan Kemaslahatan Umat

Gusnam Haris Raih Doktor Ke 662

Zakat merupakan sumber dana yang paling potensial dibanding banyak potensi ekonomi yang di tawarkan dalam Islam. Selain kewajiban umat Islam, zakat mempunyai nilai pada dimensi moral, sosial dan ekonomi. Melihat potensi zakat untuk kemaslahatan umat yang demikian besar ini, Indonesia memiliki Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) yang dikendalikan oleh Pemerintah. Baznas telah melakukan penelitian bekerjasama dengan IPB tentang potensi zakat per tahun, yakni sebesar 217 trilyun. Sementara pengumpulannya baru 6 trilyun (baru 3%).  Angka tersebut mengindikasikan potensi zakat di Indonesia yang sesungguhnya luar biasa untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat miskin, jika potensi zakat ini dimaksimalkan.

Dalam upaya memaksimalkan pengumpulan potensi zakat di Indonesia, Gusnam Haris melakukan penelitian kepustakaan  tentang kedinamisan prosentase zakat.  Dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum ini mengangkat pemikiran Yusuf Al-Qaradawi dalam karya besarnya yang berjudul  Fiqh al-Zakah.  

Karya  riset Gusnam Haris dipresentasikan untuk memperoleh gelar Doktor bidang Ekonomi Islam Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Karya Riset Promovendus berjudul “Persentase Zakat Menurut Yusuf Al - Qaradawi dan Urgensinya Bagi Penerapan Zakat oleh Baznas di Indonesia,” dipresentasikan di hadapan tim penguji: Dr. Moh. Tantowi, M. Ag., Prof. Dr. H. Kamsi, MA., Dr. H. Fuad, MA., Prof. Dr. H. Abd. Salam Arief, MA., (promotor merangkap penguji), Dr. H. Agus Moh. Najib, M. Ag., (promotor merangkap penguji). Senin, bertempat di ruang promosi Doktor, kampus setempat, 8/6/19.

Di hadapan tim penguji Gusnam memaparkan, Fiqh al-Zakah memiliki kaitan yang erat dengan Baznas di Indonesia. Pengelola zakat, terutama Bazis  DKI Jakarta sebagai cikal bakal Baznas pernah meminta kepada Himpunan Penterjemah Indonesia untuk menterjemahkan Fiqh al-Zakah ke dalam Bahasa Indonesia. Sejak munculnya terjemahan Fiqh al-Zakah dengan judul buku terjemahan Hukum Zakat, Bazis BKI Jakarta dan Baznas menjadikan karya itu sebagai rujukan utama untuk pengelolaan zakat di Indonesia. Namun dalam persoalan prosentase zakat, Baznas tidak merujuk pada pemikiran al-Qaradawi. Baznas memakai prosentase zakat tetap, sementara al-Qaradawi menawarkan prosentase zakat dinamis.

 

 

Menurut Gusnam, di era yang menuntut perkembangan ekonomi Islam bisa berkembang pesat saat ini, yang membutuhkan optimalisasi penggalangan zakat dalam rangka menumbuhkan perekonomian umat Islam, sehingga terwujud kemaslahatan umat yang semakin baik, sangatlah penting mengkaji lagi pemikiran al-Qaradawi tentang prosentase zakat dinamis. Oleh karena itu, putra kelahiran Solok ini mengangkat prosentase zakat dinamis pemikiran al-Qaradawi  dan urgensinya bagi pengelolaan zakat di Baznas, untuk studi riset doktoralnya.

Gusnam melakukan riset disertasinya ini melalui pendekatan normatif-filosofis, dengan teori maqasid asy-syari’ah.  Melalui risetnya kali ini, Gusnam berhasil mengungkap bahwa pemikiran prosentase dinamis zakat dari al-Qaradawi merujuk pada aturan yang diterapkan oleh Rasulullah, dalam kapasitasnya sebagai pemimpin masyarakat atau kepala negara. Menurut Gusnam, kala itu Rasulullah berpandangan bahwa kebijakannya tentang zakat harus bisa melahirkan kemaslahatan umat pada waktu itu. Artinya, Rasulullah dalam mengeluarkan aturan/kebijakan sebagai kepala pemerintahan, ada yang mengikat, ada pula yang tidak mengikat disesuaikan dengan kemaslahatan umat dan agama. Aturan atau kebijakan Rasulullah, dipandang sebagai aturan yang mengikat atau tidak mengikat dipayungi dalam maqasid asy-syari’ah, karena tujuan dari syari’ah adalah untuk kemaslahatan manusia dalam upaya mencapai kebahagiaan dunia dan akherat.

Menurut promovendus, pemikiran prosentase zakat dinamis bisa merujuk pada penerapan kebijakan yang tidak mengikat pada masa Rasulullah, dengan tujuan untuk mengoptimalkan kemaslahatan umat. Pemikiran seperti ini sangat urgen bagi Baznas, terutama untuk meningkatkan wawasan pengelola Baznas sendiri, dan meningkatkan perolehan zakat mendekati asumsi potensi zakat masyarakat Indonesia. Merujuk pada pemikiran zakat dinamis juga akan menjadikan lembaga Baznas makin baik kedudukannya dalam pandangan umat Islam di Indonesia.

Sementara itu, kedinamisan prosentase zakat yang ditetapkan oleh Rosulullah Muhammad SAW memiliki tiga kekhasan, yang bisa disebut dengan ungkapan “progressif-proporsional-limitatif (numuw- adalah-hudud).” Progresif dalam arti bahwa; prosentase zakat diambil dari harta yang tumbuh dan yang dikeluarkan harus dijamin memiliki potensi untuk bertumbuh. Proporsional artinya; prosentase zakat itu harus adil dan tidak menyusahkan muzakki (orang yang berzakat) dan yang menerima zakat (mustahiq). Limitatif dalam arti; kedinamisan prosentase zakat itu bergerak dan berada dalam batasan (limit). Yaitu batas bawah dan batas atas prosentase zakat yang sudah ada, yakni 2,5% batas bawah, 20% batas atas, demikian papar bapak 7 putra/putri dari istri Zulhendrawati, SP. (Weni)

 

 

Untuk mewujudkan mutu pendidikan dasar di sekolah yang bisa melahirkan lulusan yang cerdas dan berdaya saing tinggi diperlukan SDM guru berprestasi. Yakni guru guru yang memiliki kompetensi paedagogik, kepribadian, sosial dan akademik (profesional), sekaligus menjadi sosok guru yang berkarakter tinggi, mampu berprestasi terpuji baik di tingkat lokal, nasional, bahkan internasional. Sementara untuk bisa menjadi guru-guru yang berprestasi, seorang guru harus memiliki komitmen diri untuk melakukan pengelolaan diri pribadi dengan baik. Self manajemen dengan baik dalam paedagogik, kepribadian, sosial dan akademik (profesional).

Seperti apa kinerja para guru  dalam melakukan self menejemen, hingga dapat meraih predikat sebagai guru berprestasi dan selanjutnya dapat berperan dengan baik dalam menciptakan pendidikan yang berkualitas di lingkungannya, Fu’ad Arif Noor melakukan riset terhadap para guru Raudhatul Athfal (RA).  Dosen Sekolah Tinggi Pendidikan Islam (STPI) Bina Insan Mulia Yogyakarta ini melakukan riset sejauh mana keberhasilan proses pendidikan dasar di RA yang dipengaruhi oleh perjuangan para guru dalam mengembangkan diri dan manajemen diri.  

Fu’ad melakukan riset dengan menggunakan metode kualitatif, pendekatan psikologis, melalui uji keabsahan data teknik triangulasi. Putra kelahiran Demak ini mempresentasi hasil risetnya untuk memperoleh gelar Doktor bidang Studi Keislaman pada Program Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga, di ruang Promosi Doktor kampus setempat, Jum’at, 5/6/19.  Karya riset dengan judul “Manajemen Guru Berprestasi: Studi Pengembangan Diri Guru Teladan Raudlatul Athfal (RA) di Yogyakarta” dipresentasikan di  hadapan promotor dan tim penguji yang diketuai Prof. Drs. KH. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D. Di hadapan promotor dan tim penguji  Fu’ad memaparkan, pihaknya melakukan riset melalui wawacara dan observasi, didukung dengan dokumentasi terhadap para guru RA yang memiliki prestasi dilihat dari kompetisi-kompetisi yang dimenangi para guru yang bersangkutan baik di kompetisi di tingakt lokal, nasional hingga internasional.

Hsil riset promovendus menunjukkan bahwa predikat guru berprestasi berpengaruh positif terhadap proses dan mutu pembelajaran pada tingkat pendidikan dasar RA.  Dijelaskan, melalui risetnya promovendus berhasil mengungkap tiga hal penting. Yang pertama, kinerja guru RA berprestasi di Yogyakarta terlihat dari aktifitasnya berada di RA, baik di dalam kelas selama pembelajaran berlangsung, keberadaannya dalam lingkungan RA maupun di luar (dalam berinteraksi sosial kemasyarakatan, senantiasa peduli dan respek terhadap semua anak didik. Total dalam melaksanakan tanggungjawabnya.

 

 

Yang kedua, selalu berupaya mengembangkan diri, memiliki rasa percaya diri yang tinggi, disiplin, bersikap terbuka, menghargai waktu, berjuang untuk memperoleh apa yang diinginkan, memiliki rasa penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri dan lingkungannya, dan memiliki dorongan semangat yang tinggi untuk mengukir prestasi. Ketiga, manajemen diri para guru RA berprestasi di Yogyakarta memiliki prinsip untuk terus meningkatkan kualitas proses pembelajaran di lingkungan RA yang diampunya, efisien dan efektif dalam produktifitas kerja, berfungsi untuk menumbuhkan karakter, kompetensi diri  terus diupayakan lebih baik, dan menjadi pembiasaan diri dalam rutinitas kebiasaan sehari-hari, serta pengaruh pengembangan diri terhadap kinerja guru RA di Yogyakarta mampu memberikan kekuatan dan menghasilkan etos kerja yang disebut dengan kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas. Hal tersebut ternyata dapat menumbuhkan perilaku positif, produktif, maupun kontributif di lingkup akademik RA yang diampunya. (Weni)


 

 

Produk utama dari program yang dihasilkan oleh Keluarga Mahasiswa Pascasarjana (KMP) Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN-SUKA) Yogyakarta ialah berorientasi pada hasil karya tulis Ilmiah. Baik dalam bentuk artikel, antologi dan prosiding. Tidak heran apabila program-program KMP lebih mengarah pada produk karya tulis. Karena KMP ingin menjadi rumah besar para mahasiswa Pascasarjana baik magister maupun doktor untuk menjadi wadah forum diskusi akademik para mahasiswa pascasarjana dalam mengasah, memperdalam dan mengembangkan kemampuan akademik mereka terutama dalam produk tulis. Hal ini sesuai dengan tujuan dibentuknya KMP itu sendiri, yaitu mewadahi para mahasiswa/mahasiswi pascasarjana UIN-SUKA untuk mengembangkan dan memperdalam kemampuan karya tulis ilmiah. Organisasi di bawah kaki pascasarjana UIN-SUKA ini dibentuk untuk mendukung visi dan misi pascasarjana UIN-SUKA “menjadi yang unggul dan terkemuka dalam pemaduan dan pengembangan studi keislaman dan keilmuan bagi kemajuan peradaban.” Kesarjanaan yang berkarakter dengan pradigma integrasi-interkoneksi.

 

Pada tanggal 8 Februari 2019 kemarin, KMP di bawah divisi riset dan publikasi membuka program kelas menuis artikel (KAMAEL) awal di Gedung Pusat Auditorium Utama (PAU) lantai 1 Rektorat UIN-SUKA. Program ini diikuti oleh 30 peserta yang telah dinyatakan lolos tahapan seleksi program. Di awal kelas ini, panitia menghadirkan narasumber dari dosen pascasarajan UIN-SUKA, Dr. Moch Nur Ichwan, MA yang memiliki banyak karya tulis ilmiah ber id-scopus. Dalam kesempatan ini, Dr. Moch Nur Ichwan, MA menyampaikan tentang lanskap penulisan artikel ilmiah. Mengutip salah satu perkataannya, dia mengatakan: “riset yang baik akan menghasilkan karya tulis yang baik, begitu juga sebaliknya, dan setiap karya tulis ilmiah harus menghasilkan penemuan yang baru (novelty). Ketika peneliti berhasil menemukan kebaruan dalam penelitian, maka seorang peneliti itu dapat dikatakan sebagai orang yang berhasil dalam meneliti. Karena, adanya kebaruan dalam hasil penelitianan yang ditemukan.”

 

 

Adapun mekanisme program KAMAEL ini dibagi ke dalam 2 kelas yaitu kelas besar bersama narasumber yang dipilih dan kelas pendampingan. Nur ichwan memaparkan materi  tentang menulis artikel, sedangkan kelas pendamping bertujuan untuk menggodok dan memperdalam artikel yang akan ditulis peserta. Setiap pendamping melakukan bimbingan secara intensif 3 kqli dalam 2 minggu, yang dilakukan pengurus KMP yang sudah publikasi imliah minimalnya 5 kali.  Tujuan adanya program ini dapat membangun fundamen berfikir ilmiah bagi para pesertanya.

 

Program ini akan terus berjalan sampai pada akhir bulan april kedepan. Setelah program pendampingan usai, para peserta akan didampingi pendamping submit artikel ke jurnal jurnal nasional bagi 15 peserta eksternal, dan mengakomodir menjadi buku antologi untuk peserta internal pengurus KMP. Setelah selesai maka tahap selanjutnya adalah melakukan pendampingan proses review artikel kepada tim pendamping untuk memperbaiki artikel yang akan diterbitkan di jurnal. Dengan adanya program KAMAEL ini akan membantu para mahasiswa/I dalam memenuhi persyaratan munaqosah tesis maupun disertasi. (Eko Saputra)

 

 

 

Kalulusan Dr. Mansur setelah mempertahankan karya disertasinya pada promosi terbuka program Doktor Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menambah jumlah Doktor yang dimiliki Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. Dr. Mansur, M. Ag. mempertahankan karya disertasinya yang berjudul “Konsistensi Teori Makasid Syari’ah Ibn. Asyur dalam Penafsiran Ayat-Ayat Hukum Keluarga” dihadapan tim penguji: Dr. Aly Abdel Moneim, MA., Dr. H. Hamim Ilyas, MA., Prof. Euis Nurlaelawati, MA., Ph.D., Prof. Dr. H. Makhrus, SH., M. Hum., Prof. Drs. K.H. Yudian Wahyudi, MA., Ph.D., (promotor merangkap penguji), DR. H. Agus Moh. Najib, M. Ag., (promotor merangkap penguji), di ruang promosi Doktor Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Jum’at, 14/6/19.

Dalam abstraksi karya disertasinya, Mansur menjelaskan bahwa, problem penafsiran Qur’an sesungguhnya adalah bagaimana memaknai teks Qur’an (Nas) yang terbatas dengan konteks yang tak terbatas (an-nusus mutanahiyah wa al-waqi’i gair mutanahy) secara konsisten, karena konteks selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Di saat yang sama, sesungguhnya Qur’an selalu relevan dengan perkembangan dan tuntutan jaman (salih li kulli zaman wa makan). Hal inilah yang kemudian memunculkan adanya berbagai macam epistemologi tafsir yang dipergunakan oleh para mufasir Qur’an.  Salah satunya adalah epistemologi “tafsir  makasidi” yang ditawarkan Ibn. Asyur.  

Melalui karya disertasinya ini, Mansur hendak melakukan kajian bagaimana konsistensi teori makasid syari’ah Ibn. Asyur dalam menafsirkan ayat-ayat hukum keluarga, terutama yang terkait dengan tema kajian nikah beda agama, poligami, dan formulasi waris. Menurut putra kelahiran Cirebon 44 tahun lalu ini, kemenonjolan Ibn. Asyur karena keunikan kepribadiannya dan karya-karya ilmiahnya. Ibn. Asyur memiliki pengaruh sangat kuat dalam kajian teori makasid syari’ah dan tafsir Qur’an, hingga dirinya diangkat sebagai mufti di negaranya. Ibn. Asyur juga merupakan tokoh perintis wacana makasid syari’ah setelah Syatibi, yang menuangkan karya makasidnya dalam karya tafsirnya “Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir.” Kitab Tafsir karya Ibn. Asyur ini memiliki pengaruh dan daya tarik yang dahsyat dalam setiap forum perbincangan para pakar tafsir internasional, hingga terbentuk forum khusus tafsir Ibn. Asyus, yakni; Multaqa Ahl at- Tafsir. dan Disamping itu  Ibn. Asyur  dipandang sebagai ulama yang obyektif. Meskipun  bermadzhab  Maliki, Ibn. Asyur sering mengunggulkan wacana dari madzab lain, jika menemukan data yang lebih kuat dan valid.

Melalui karya disertasinya,  Mansur melakukan analisa konsistensi penerapan teori makasid syari’ah  yang terdapat dalam karya Ibn. Asyur Maqasid asy-Syari’ah al-Islamiyah terkait dengan penafsiran ayat-ayat hukum keluarga dalam karya tafsir Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, dengan pendekatan historis-filosofis model strukturalisme genetik dan pendekatan content analysis. Melalui pendekatan tersebut, promovendus menganalisis tiga unsur kajian: intrinsik tekstual karya Maqasid asy-Syari’ah al-Islamiyah dan Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, latar belakang kehidupan dan akar-akar historis pemikiran Ibn. Asyur, serta kondisi sosio-historis kehidupan yang mempengaruhi pemikiran Ibn. Asyur.

 

Dari kajian disertasinya, promovendus antara lain bisa mengungkap bahwa;  Ibn. Asyur mendasarkan teori maqasid syari’ahnya pada empat basis yang menjadi pandangan (nazariyyah), yakni: naluri (al-fitrah), toleransi (as-samahah), persamaan (al-musawah) dan kebebasan (al-hurriyyah). – Konsistensi penafsiran Ibn. Asyur dengan empat basis teori maqasid syari’ahnya terlihat dengan jelas. Terbukti Ibn. Asyur menguraikan tema-tema kajian seputar tafsir ayat-ayat hukum keluarga; nikah beda agama, poligami dan waris.  Dalam kajian tafsir nikah beda agama misalnya, Ibn. Asyur menjelaskan adanya larangan terkait nikah beda agama karena untuk menjaga agama (hifz ad-din). Hal ini sesuai dengan basis teori maqasid syari’ahnya terkait dengan konsep al-musawah.

Dalam kajian tafsir poligami, mengapa poligami diperbolehkan, sementara poliandri dilarang dalam Islam. Ibn. Asyur menjelaskan, tidak adanya persamaan di antara laki-laki dan perempuan adalah karena adanya ketentuan hukum (syar’iyyah) yang benar dan didasarkan pada hikmah dan ‘illah yang bisa dipertanggungjawabkan. Argumen adanya pemberlakuan ketentuan syari’ah lebih kuat dibandingkan dengan upaya mewujudkan persamaan hak. Didukung beberapa kaidah (kaidah menjaga keturunan (hifz al-ansab), menjaga fitrah wanita dalam pernikahan dan menyusui, menjaga jiwa dan keturunan, serta membangun peradaban yang baik kalau martabat wanita terlindungi.

Demikian juga halnya mengapa syarat berlaku adil bagi laki-laki yang poligami diarahkan pada hal-hal yang bersifat materi dari pada hal-hal yang bersifat non-materi (kecenderungan hati). Menurut promovendus Ibn. Asyur menegaskan bahwa; as-samahah dan Asyur merupakan bagian dari tujuan-tujuan agama (maqasid ad-din). Dengan adanya as-samahah inilah Allah menjadikan syari’at Islam sebagai agama fitrah, yang mudah diterima dan melepaskan dari kesulitan dan kesusahan. Tuntutan berlaku adil yang bersifat non-materi adalah suatu yang menyulitkan dan menyusahkan bagi laki-laki.

Sementara dalam kajian waris dijelaskan, formulasi waris 2:1 bagi laki-laki dan perempuan karena perbedaan naluri (jibilliyyah), bahwa laki-laki adalah penanggungjawab dan pencari nafkah bagi keluarga. Dari pemikiran Ibn. Asyur tersebut menurut promovendus, Ibn. Asyur telah membangun budaya kritisisme dalam pemikiran tafsir. Ibn. Asyur dapat digolongkan sebagai ulama yang obyektif dan terbuka. Pemikiran Ibn. Asyur mampu mendekatkan syari’ah Islam dalam memecahkan masalah masalah kontemporer era kekinian terkait dengan persoalan modernitas, sosial, politik, ekonomi global, sampai pada persoalan etika global dalam upaya merealisasikan perdamaian dunia, demikian jelas bapak tiga putra dari istri Siti Jahroh, SHI., MSI.  (Weni/Doni)

 

 

 

 

Menjadi keprihatinan bersama, bahwa Pendidikan Agama Islam (PAI) yang diajarkan di sekolah-sekolah umum masih bersifat ajaran Islam yang dogmatis. Akibatnya, jika tidak memperdalam sendiri di luar sekolah, siswa Muslim dari sekolah  umum memiliki pemahaman yang kurang terhadap agama dan tidak mengerti dengan sempurna (kaffah).  Sementara , aspek kognitif dalam agama hanya diprioritaskan dalam diskusi. Untuk mempraktekkan, menghargai dan memahami kepercayaan Islam  (Aqidah) dan moral, sesungguhnya masih jauh dari harapan. Oleh karena itu, Pendidikan Agama Islam di sekolah umum dari SD sampai dengan SLTA  harus mendapat pengembangan, modifikasi, inovasi, dan program pembelajaran tambahan, sehingga tujuan integral pendidikan Islam dapat tercapai.

 

Berangkat dari permasalahan tersebut,  Dosen IAINU Kebumen, Sudadi melakukan riset untuk menemukan desain kurikulum pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ideal (bisa memenuhi harapan) menjadikan generasi Muslim memahami dan menerapkan cara beragama Islam yang kaffah. Untuk melahirkan sistem pembelajaran PAI yang lebih optimal  diterapkan di sekolah-sekolah umum, Sudadi melakukan riset survey dengan  kajian bibliografi dan kerja lapangan secara interaktif tentang penerapan Pendidikan Agama Islam di SMA Ma’arif Kebumen.  Menurut Promovendus, sekolah ini telah menerapkan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam berbasis Pesantren.  

 

Dalam abstaksi disertasinya, Promovendus menjelaskan, bahwa di Kebumen   ada  sejumlah lembaga Madrasah Ibtidaiyah  (MI) Ma’arif, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Ma’arif, Madrasah Tsanawiyah  (MTS) Ma’arif,  Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)  Ma’arif dan Madrasah Aliyah (MA) Ma’arif. Lalu pihaknya melakukan penelitian di  SMK dan SMP Ma’arif sebagai sekolah umum yang telah menerapkan PAI berbasis Pesantren., dimana pelaksanaannya bertumpu pada kajian kitab-kitab salafi, yang terlingkup dalam aspek-aspek  al Qur’an dan Hadis, Aqidah (keimanan), Akhlak, Fikih (ibadah), dan Tarikh Islam, sampai pada Sejarah Kebudayaan Islam.  Proses pembelajaran berbasis kajian-kajian aspek potensi koknitif-intelektual  berlanjut kepada pengembangan aspek potensi emosional, sosial, spiritual, kreatifitas dan fisik.

 

 

 

Sekolah juga melaksanakan praktek-praktek kegiatan keagamaan berbasis sekolah, melatih kedisiplinan dan jiwa sosial, serta memacu prestasi siswa dengan keikutsertaan dalam kompetisi-kompetisi.  Meningkatkan ketaqwaan dengan mebiasakan shalat berjamaan,  membaca surat yasin dan tahlil bersama, memperingati hari-hari besar Islam. Melatih kedisiplinan dengan datang ke sekolah tepat waktu, berpakaian seragam dengan rapi, mengikuti kegiatan sekolah dengan tertib. Meningkatkan pengalaman akhlak dan karakter siswa, dan sikap penghormatan pada guru dengan bersalaman dengan para guru, membiasakan salam, dan saling perduli beban kesulitan sesama teman.

 

Penelitian Promovendus juga menemukan tiga jenis jejaraing kerjasama di sekolah, - Kerja-sama edukatif (hubungan kerjasama antar warga sekolah dalam pendidikan siswa, dengan guru dan dengan orang tua). – Kerja-sama kultural (kerjasama antar sekolah dan masyarakat dalam hubungan saling membina dan mengembangkan budaya pesatren di sekolah). – Kerja-sama institusional (kerja-sama antar sekolah, lembaga-lembaga lain baik swasta maupun pemerintahan). Namun disamping berbagai kelebihan yang terungkap dalam PAI berbasis pesantren  di sekolah umum yang terungkap dalam penelitian di SMK Ma’arif Kebumen, penerapannya masih menyisakan problematika yang perlu segera dicari solusinya. Terlepas dari kelebihan dan peroblematikannya yang perlu segera ditemukan solusinya, Promovendus tetap berharap, adanya kerja-sama kolaboratif antara Kementerian Pendidikan dengan Kementerian Agama untuk merespon program pembelajaran PAI berbasis pesantren dengan memperluas ruang lingkup sekolah-sekolah yang mengimplementasi program tersebut. Dibutuhkan kerja-sama sinergis dan harmonis demi terwujudnya generasi masa depan bangsa yang benar benar memiliki akhlak mulia.

 

Bagi para pemerhati Pendidikan Agama Islam, Promovendus berharap, hasil risetnya dapat dijadikan salah satu pijakan asumsi betapa masih rapuhnya posisi PAI yang terimplementasi di sebagaian besar sekolah umum, khususnya sekolah kejuruan, seakan masih menjadi pelengkap pemenuhan kewajiban UU semata. Maka segala upaya termasuk program PAI berbasis pesantren perlu dilakukan sebagai upaya pemberdayaan dan pengembangan PAI di sekolah-sekolah umum. Ini bisa dijadikan tantangan dan ladang jihad bagi para ahli pendidikan Islam di Indonesia, demikian harap putra kelahiran Lampung ini. (Weni)