Drs. H. Abdullah Zahid, M. Ag., (59 tahun) mengatakan, Kebijakan Implementasi Regulasi Pendidikan Tahun 1975 – 2007, yang diantaranya berisi kebijakan penyetaraan antara Sekolah Menengah Umum dengan Madrasah Aliyah, ternyata masih menyisakan permasalahan. Permasalahan itu diantaranya disebabkan adanya nuansa politis ego sektoral antara golongan nasional dan golongan Islam, yang mengakibatkan belum tercerminnya kebijakan yang berkeadilan dari Kemendiknas. Perbedaan kualitas implementasi kebijakan Kemendiknas ini telah mengakibatkan disparitas ketenagaan, sarana dan prasarana. Di sekolah sekolah SMU hampir tidak ada guru yang mismatch, sementara di MA masih banyak dijumpai. Demikian juga sarana-prasarana di SMU sudah begitu lengkap, sedangkan di MA masih sangat minim. Sarana vital seperti laboratorium yang komplit, perpustakaan, ruang multimedia, dengan segala peralatan plus penanggungjawabnya, juga sangat jomplang antara yang ada di sekolah-sekolah SMU dengan di MA. Kurikulum Pembelajaran di MA juga masih selalu terlambat, karena mengadopsi dari keputusan-keputusan kemendiknas. Sementara Kemendiknas sendiri secara substansial masih sangat menganakemaskan sekolah-sekolah umum. Di sisi lain, SDM kemenang sendiri di bidang pengembangan pendidikan juga kurang profesional.
Abdul Haris (40 tahun), di era kontemporer yang kompleks permasalahannya dan perubahan yang sangat cepat, pemahaman hadis memerlukan revolusi dan reinterpretasi yang sempurna. Metode hermeneutika bisa membantu hal ini. Melalui metode hermeneutik, hadis bisa diubah menjadi sunnah yang hidup. Namun perlu dipahami bahwa hadis perlu dibedakan antara hadis yang bersifat historis (hadis yang didukung dengan fakta-fakta sejarah) dan hadis yang bersifat biologis (hadis-hadis teknis). Pemahaman hadis melalui metode hermeneutik bisa ditemukan dalam pemikiran Syahrur dan Rahman. Melalui bangunan metodologis teori pemahaman hadis dari Syahrur, pemahaman terhadap sunnah nabi dilakukan dengan pertimbangan, nabi sebagai mujtahid pertama dalam melakukan pembatasan terhadap hal-hal yang diperbolehkan dan pemutlakan kembali terhadap hal-hal yang sudah dibatasi sebelumnya, serta melakukan kajian ulang terhadap berbagai kitab hadis dengan metodologi, klasifikasi hadis dalam kategori hadis-hadis kenabian dan hadis-hadis risalah.
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prof. Dr. H. Musa Asy’arie mewisuda 699 sarjana, bertempat di Gedung Multipurpose kampus setempat, Sabtu, 17 Desember 2011. Ke-699 sarjana yang diwisuda itu terdiri dari 1 orang lulus D3, 613 orang lulus S1, 67 orang lulus S2, dan 18 orang lulus S3. Sampai dengan wisuda kali ini, berarti lulusan atau alumni UIN Sunan Kalijaga berjumlah 36.927 orang, 311 orang diantaranya bergelar Doktor dan 2.089 orang bergelar Magister. Sementara dari yang diwisuda kali ini 7 orang diantaranya berhasil meraih predikat lulus tercepat dan terbaik. Ketujuh orang lulusan terbaik itu antara lain : Siti Mualamah, asal Grobogan, Prodi Bahasa dan Sastra Arab, Fakukltas Adab dan Ilmu Budaya, dengan IPK 3,60. Bayu Aristianto, asal Mataram, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Dakwah, dengan IPK 3,68. Agus Salim asal Sumenep, Prodi Keuangan Islam Fakultas Syari’ah dan Hukum, dengan IPK 3,61. Dedi Wahyudi asal Kebumen, Prodi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, dengan IPK 3,72. Endang Supriadi asal Cirebon, Prodi Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam, dengan IPK 3,60. Ngatawi asal Pati, Prodi Teknik Industri Fakultas Sains dan Teknologi, dengan IPK 3,69. Nadia Wasta Utami asal Tasikmalaya, Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Sosial dan Humaniora, dengan IPK 3,82.
Muhammad Taufik (40 tahun) mengatakan, masyarakat Kampar menjunjung tinggi nilai-nilai akidah dan tauhid. Tetapi juga tidak bisa melepaskan sama sekali pengaruh animisme, dinamisme, hindu dan budha. Mereka menganggap animisme, dinamisme, Hindu dan Budha merupakan tradisi dan kearifan lokal yang juga harus dilestarikan sebagai kekayaan budaya. Hal ini jika diresapi dari segi positifnya, justru terlihat keberadaan Islam dan tradisi budaya lokal yang bisa merajud harmoni secara bersamaan. Masyarakat Kampar adalah pemeluk agama Islam dengan tradisi dan budaya lokal yang amat kuat. Pertemuan nilai-nilai Islam dan tradisi budaya lokal Kampar menguatkan konsep bahwa nilai-nilai agama Islam dan nilai-nilai tradisi dan budaya lokal di sebagian besar wilayah-wilayah di Indonesia mampu berakulturasi dengan baik. Kebanyakan masyarakatpun beranggapan bahwa antara nilai-nilai Islam dan tradisi/budaya lokal sama-sama harus dipertahankan, sehinggan terjadilah Islam Kampar, Islam Jawa, Islam Madura, Islam Kalimantan dan sebagainya, menjadi satu kesatuan Islam Indonesia yang menjunjung tinggi budaya lokal. Kekuatan akulturasi nilai-nilai Islam dengan setiap budaya lokal di seluruh wilayah di Indonesia, menunjukkan bahwa betapa tingginyan Rahmat Islam itu di negeri ini.